Kupang – Meski terletak di bibir pantai dan rawan akan potensi masuk dan menyebarnya paham kekerasan, Nusa Tenggara Timur nyatanya aman dari bahaya itu. Penelitian yang dilakukan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) selama 8 bulan (Maret-oktober 2016) menemukan jawabannya.
Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sosio kultural ini mengungkap bahwa alasan dibalik kuatnya masyarakat NTT menahan laju radikalisme dan terorisme adalah adanya sebuah perjanjian adat yang disebut “Tura Jaji” untuk hidup berdampingan secara damai di kalangan suku Lio.
Hal ini diungkap pada gelaran seminar hasil penelitian FKPT yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hari ini, Rabu (23/11/16), di hotel T-More, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada paparan hasil penelitian ini juga dinyatakan bahwa masyarakat NTT menghormati Tura Janji itu dengan sepenuh hati, sehingga masyarakat tidak akan mudah terpengaruh oleh paham-paham yang masuk ranah mereka.
Tura Janji diharapkan mampu untuk terus menjadi penyemangat masyarakat NTT agar hidup dalam perdamaian dan berdampingan dengan sesama, sehingga paham-paham yang mengajarkan permusuhan dan kekerasan seperti radikalisme dan terorisme akan sendirinya tertolak oleh masyarakat.
Wakil Gubernur NTT, Drs. Benny A. Litelnoni, SH, M.Si yang hadir dalam seminar ini mengaku sangat berterima kasih atasnama pemda NTT kepada BNPT dan FKPT NTT yang telah melaksanakan penelitian dan seminar hasil penelitian ini. Baginya, hasil penelitian ini penting karena dapat memberikan gambaran dan deteksi dini tentang perkembangan radikalisme di wilayah NTT, sehingga masyarakat NTT dapat meningkatkan kewaspadaannya.
NTT sendiri tercatata memiliki 1109 pulau dengan hanya 300-an di antaranya yang berpenghuni, hal ini tentu berpotensi ‘mengundang masuk’ kelompok radikal. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat NTT telah memiliki caranya tersendiri untuk menjaga wilayah dan masyarakatnya aman dari radikalisme dan terorisme, dan cara itu terbukti sangat efektif, yakni mellaui perjanjian adat.
Seminat ini sendiri dihadiri oleh sedikitnya 40 tamu undangan yang terdiri dari pegawai Pemda, TNI Polri, akademisi, tokoh masyarakat dan agama, serta jurnalis media.