Tujuh belas desember dua ribu enam belas, saat berlangsung musyawarah nasional kedua Badan Koordunasi Muballigh se Indonesia (Bakomubin) bertempat di hotel Grand Cemara Jakarta, saya mendapat perintah dari kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius melalui pesan singkat dari deputy 1 Mayjend TNI Abd Rahman Kadir untuk mengisi ceramah dengan judul “Relevansi Isu Terorisme dan Kedaultan NKRI. Mengapa Islam Tertuduh ?”
Topik materi yang harus diulas oleh BNPT yang ditentukan oleh panitia terdiri atas tiga variabel yaitu Terorisme – NKRI – Islam. Ketiga variabel tersebut terus mengemuka dalam setiap pertemuan, baik yang dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan dan organisasi kedaerahan di seluruh pelosok Nusantara. Tidak ketinggalan pula lalu lintas informasi yang mendominasi media sosial mulai whatsApp, facebook, twitter, instagram, telegram, line, hingga layanan path.
Ketiga variabel tersebut hanyalah kemasan legitimasi aksi kejahatan sekelompok orang atau organisasi yang menggunakan istilah bahasa Arab, walau term arab tidak semuanya identik dengan Islam; agar kelihatan dan kedengaran disyariatkan oleh Tuhan yang Maha Pengasih meski hamba yang beraksi tak kenal kasih. Istilah teroris tidak identik dengan Islam itu harus menjadi standing point bagi seluruh manusia sebagai hamba Allah Swt, manusia sebagai masyarakat nasional dan internasional, manusia sebagai warga masyarakat yang sangat menghargai pluralistik dan keragaman, manusia sebagai pribadi, manusia sebagai makhluk sosial, dan terlebih lagi manusia sebagai makhluk ciptaan terbaik Tuhan yang memiliki keyakinan, dan jangan lupa manusia sebagai khalifah alias wakil Tuhan di atas bumi yang mengemban amanah yang amat berat yaitu menciptakan kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, ketenteraman dan kedamanaian di atas bumi yang dihuni banyak makhluk.
Beberapa alasan yang dapat diurai dan didiskusikan dalam mengulas topik dan pertanyaan ‘mengapa Islam tertuduh ?’ adalah sebagai berikut, pertama, secara filosofis dalam hidup beragama dan keberagamaan tidak sedikit manusia, entah orang Islam sendiri atau selain yang menganut Islam, tidak memahamai bahwa Islam sebagai tatanan nilai yang harus diyakini dan tatanan berpikir dan bertindak yang harus dikaji secara berkesinambungan.
Dalam istilah yang populer Islam sebagai dogma yang menuntut bagi penganutnya untuk meyakini sepenuhnya, dan Islam sebagai objek kajian yang selalu terbuka untuk dikaji dan diteliti karena Islam sarat dengan pesan bagi manusia untuk menggunakan akal pikiran, hati dan nurani dalam memperdalam dan mengkaji pesan-pesan Tuhan yang masih banyak rahasia yang belum tersingkap dari kedalaman makna bahasa Alquran, namun terkadang manusia selalu tergesa-gesa tiba pada sebuah kesimpulan bahwa tidak cocok, atau tidak terdapat dalam Islam, atau bertentangan dengan pesan agama. Sementara belum melakukan pengkajian dan penelitian.
Jika saja tiap orang mengetahui bahwa Islam merupakan dogam dan objek kajian, maka ilmuan Islam harus banyak melakukan pengkajian guna menjawab tantangan zaman, tetapi yang terjadi saat ini banyak ilmuan sekuler yang mengkaji kedalaman Islam sebagai objek kajian yang pada akhirnya mengantarkan mereka memperoleh hidayah dari Allah Swt untuk memeluk agama damai, agama yang hanif, agama yang tidak membedakan sesama ciptaan tuhan kecuali taqwanya kepada Allah.
Ilmuan barat yang melihat Islam sebagai objek kajian, hasil kajian mereka menjadikan Islam banyak diterima di kalangan masyarakat yang mengalami kekosongan jiwa hati dan pikiran. Sementara masyarakat dan sebahagian ilmuan Islam yang hanya melihat Islam sebagai dogma semata, menjadikan diri mereka paling suci di sisi Tuhan, paling benar di hadapan Allah Swt, dan paling merasa mewakili Tuhan. Sikap inilah yang tidak siap menerima kritikan dari outsider, respon yang hanya dapat dimunculkan adalah marah, anarkis dan merusak bahkan menteror pihak yang berbeda paham dengan keyakinannya. Disinilah muncul asumsi bahwa Islam selalu tertuduh hanya karena sikap sebahagian orang yang berislam secara kaku tidak mampu mendalami ajaran Islam yang sangat komprehensif dengan berbagai macam pendekatan yang komprehensif interdisipliner.
Alasan kedua mengapa Islam tertuduh dapat ditilik dari sisi historis yang diungkap banyak media, kitab dan tulisan lainnya adalah aksi anarkisme yang dilakukan oleh sebagian orang Islam pada banyak kawasan terutama kawasan Timur Tengah, hal itu dilakukan sebagai model perlawanan yang dilakukan oleh negara adidaya yang secara terus menerus membombardir negara yang dihuni banyak umat Islam atau wilayah yang dihuni banyak umat Islam lebih mudah dijadikan sebagai medan pertempuran, sebab kebanyakan orang Islam memiliki semangat jihad yang tidak berimbang dengan pengetahuan yang dalam tentang konsep, aplikasi dan sejarah Rasulullah dalam menjalankan konsep jihad yang termaktub dalam kitab suci.
Hal itulah yang mudah menjadikan Islam sebagai obyek yang tertuduh, sebenarnya bukan konsep dan ajaran Islam yang menjadikan Islam dianggap mudah tertuduh, akan tetapi prilaku oknum yang berulah tidak Islami lantas pihak lain menuding bahwa itulah Islam, banyak yang tidak mampu membedakan antara Islam, orang Islam dan paham tentang Islam atau mazha-mazhab yang terdapat dalam dunia Islam yang lahir sebagai produk sejarah.
Islam tidak bisa diidentikkan dengan aksi teror yang dilakukan oknum yang tidak senang menyaksikan Islam semakin maju. Meski secara substantif dari hari ke hari semakin banyak orang bersimpati bahkan menjadikan Islam sebagai pelabuhan terakhir keyakinanya terutama dari negara maju ilmu pengetahuannya secara logika dan rasio semata. Àpalagi jika ingin menjadikan NKRI sebagai medan menjalankan aksi teror dengan menyudutkan Islam sebagai pelaku teror.
Strategi yang tepat harus dirumuskan dalam memberikan warna pemahaman yang moderat bahwa Islam bukan teroris, Islam jangan pernah merasa tertuduh atau menikmati tuduhan dan tudingan pihak yang memang menghendaki Islam terpuruk bahkan berkeinginan mewujudkan Islam sebagai kumpulan ajaran yang mengajarkan aksi teror.
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dipertahankan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut ajaran Islam, namun untuk mewujudkan hal tersebut, masyarakat Indonesia dan umat Islam sendirilah yang harus menyatukan langkah, merapatkan barisan, guna melanjutkan perjuangan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah diraih dari berbagai macam bentuk penjajahan.
Arus besar masyarakat sipil harus bersuara dan merespon secara proporsional terhadap fenomena radikalisme yang setiap saat muncul dengan wajah yang bervariasi bisa menggunakan kerumunan massa dan bisa pula menunggangi organisasi kemasyarakatan keagamaan, kepemudaan dan kedaerahan, yang mudah diprovokasi oleh berita hoax yang dapat menguatkan asumsi bahwa Islam anarkis, radikalis.
Bila terjadi pembiaran terhadap arus masa yang tidak memahami akibat pergerakan yang cenderung anarkis, dapat menguatkan asumsi bahwa Islam memang mudah untuk dituduh sebagai pelaku anarkis, sementara yang ikut-ikutan dalam melakukan aksi tidak memahami tujuan dan akibat yang dapat ditimbulkan dari gerakan yang hanya didominasi oleh semangat semata, semangat untuk melakukan perlawanan, semangat untuk diberitakan dan semangat untuk hanya ingin didengarkan dalam melakukan aksi.
Strategi memperbanyak kontra narasi, kontra propaganda terutama kontra ideologi secara masif dan terorganisir harus dikampanyekan oleh seluruh masyarakat dan segenap komponen bangsa, mulai pada tingkat nasional hingga pada tingkat paling bawah yang menyasar seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok desa dalam seluruh wilayah Indonesia.
Selain kontra narasi yang mengedukasi dan mencerahkan masyarakat masyarakat Indonesia, patut pula dipahami bahwa proses akulturasi budaya yang salah kapra di antara masyarakat terutama kelas masyarakat menengah ke bawah, tudak sedikit masyarakat yang cenderung berpaham bahwa arabisasi sama dengan Islamisasi, maksudnya semua yang datang dari bangsa Arab dipahaminya sebagai ajaran Islam. Syariat Islam memang diturunkan di jazirah Arab namun bukanlah semua yang ada di Arab otomatis juga bagian dari Islam atau ajaran Islam.
Citra Islam yang wasatiyah-moderasi yang holistik merupakan langkah cerdas memajukan Islam dan sekaligus menghilangkan asumsi bahwa Islam sarat dengan ajaran anrkis, penuh dengan paham radikal anarkis. Orang Islam memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan daerah, ras, kultur dan bahasa yang dimilikinya, dan mempengaruhi cara memahami dan mengamalkan syariat Islam yang sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat, dan berimplikasi pula pada aksi sebahagian oknum yang mengaku Islam namun belum memahami secara komprehensif holistik ajaran Islam.
Terorisme – NKRI – Islam, tiga rangkaian kata yang harus dipahami bahwa terorisme merupakan kejahatan luar biasa, kejahatan kemanusiaan, kejahatan lintas negara yang tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam yang membawa nilai kedamaian, NKRI sebagai bentuk negara yang final bagi bangsa Indonesia menjadi panggubg aksi anarkisme yang tidak memahami sejarah terbentuknya negara Indonesia yang merdeka, aman dan damai.