Mengapa Indonesia Tidak Menjadi Negara Monarki? Ini 3 Alasan Kuatnya

Para pendiri bangsa menyadari bahwa keragaman etnis, budaya, serta
sejarah politik yang rumit di Indonesia memerlukan sistem pemerintahan
yang inklusif.

Indonesia muncul sebagai sebuah republik yang kaya akan warisan
sejarah berbagai kerajaan di Nusantara. Meskipun wilayahnya pernah
menjadi tempat berkembangnya banyak monarki, dari Aceh hingga Papua,
negara ini memilih untuk tidak melanjutkan sistem pemerintahan
kerajaan setelah mencapai kemerdekaan pada tahun 1945.

Para pendiri bangsa menyadari bahwa keragaman etnis, budaya, dan
sejarah politik yang kompleks di Indonesia memerlukan sistem
pemerintahan yang lebih inklusif dan modern.

Dengan demikian, keputusan untuk mengadopsi sistem republik yang
demokratis dianggap sebagai solusi terbaik untuk menyatukan beragam
kepentingan dan identitas politik yang ada, dibandingkan dengan
menempatkan satu kerajaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Mengutip dari berbagai sumber, berikut penjelasannya:

1. Kolonisasi

Kolonialisme Belanda membawa perubahan besar dalam struktur politik
dan sosial di Indonesia. Sebelum kedatangan Belanda, para penguasa
pribumi memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan
berdasarkan hukum adat dan tradisi lokal.

Namun, dominasi kolonial secara bertahap mengikis kekuasaan ini dengan
menerapkan sistem pemerintahan yang terpusat. Perubahan dalam struktur
birokrasi terjadi, di mana para bupati yang sebelumnya dianggap
sebagai penguasa otonom kini berstatus sebagai pegawai negeri dengan
gaji dari pemerintah kolonial.

Belanda juga mengatur suksesi kekuasaan dengan cara mengontrol
pergantian tahta kerajaan dan membatasi peran elite kerajaan dalam
politik. Pulau Jawa dijadikan pusat pemerintahan kolonial, dengan
sistem pembagian wilayah administratif yang mengadopsi model Eropa.
Dampak dari kolonialisme tidak hanya terasa di ranah politik, tetapi
juga menyentuh aspek sosial dan budaya.

Sistem hukum adat yang telah mengakar dalam masyarakat digantikan
dengan sistem hukum Barat yang modern. Perubahan ini diiringi dengan
munculnya praktik diskriminasi dan rasialisme terhadap kaum pribumi,
yang menempatkan mereka pada posisi sosial yang lebih rendah. Tatanan
sosial masyarakat tradisional Indonesia mengalami guncangan hebat
akibat kebijakan kolonial.

2. Nasionalisme Modern

Para pemimpin nasionalis Indonesia mengambil langkah berbeda dalam
membangun negara baru dengan mengusung konsep negara modern yang
demokratis. Pilihan ini didasarkan pada pemahaman yang mendalam
mengenai kompleksitas wilayah Nusantara yang terdiri dari ribuan pulau
dengan berbagai kerajaan dan kesultanan.

Mereka menyadari bahwa sistem monarki tidak lagi relevan untuk
menyatukan keberagaman Indonesia. Sistem tradisional tersebut
berpotensi menciptakan dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya,
yang dapat memicu perpecahan.

Oleh karena itu, mereka mengusung tiga prinsip dasar dalam membangun
negara, yaitu demokrasi, kesetaraan, dan kedaulatan rakyat. Prinsip
demokrasi memberikan ruang partisipasi bagi seluruh elemen masyarakat
dalam penyelenggaraan negara. Asas kesetaraan berusaha menghapus
hierarki sosial yang diwariskan dari sistem feodal yang telah
menciptakan kesenjangan dalam masyarakat.

Sedangkan kedaulatan rakyat menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan
rakyat, bukan pada individu atau kelompok tertentu.

3.Keragaman etnis dan budaya

Merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam
menentukan sistem pemerintahan di Indonesia setelah meraih
kemerdekaan. Dengan lebih dari seratus suku bangsa yang memiliki
identitas budaya dan kepentingan politik masing-masing, penerapan
sistem monarki tunggal menjadi sangat sulit.

Setiap daerah di Nusantara memiliki latar belakang politik yang unik,
ditandai dengan keberadaan kerajaan dan kesultanan yang telah ada
selama berabad-abad. Masing-masing entitas politik ini memiliki klaim
legitimasi sejarah yang setara, sehingga akan muncul penolakan jika
salah satu kerajaan ditetapkan sebagai pemimpin tunggal atas yang
lainnya.

Dinamika yang kompleks ini mendorong para pendiri bangsa untuk mencari
alternatif sistem pemerintahan yang mampu mengakomodasi keragaman
etnis dan budaya. Akhirnya, pilihan mereka jatuh pada sistem republik
yang berlandaskan konstitusi serta prinsip-prinsip demokrasi setelah
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945.