Mendagri Tito Minta Kepala Daerah Berdayakan FKUB Jaga Toleransi Beragama

Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta seluruh kepala daerah memberdayakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di wilayah masing-masing guna menjaga toleransi umat beragama.

“Saya minta teman-teman kepala daerah, tolong FKUB-nya itu diberdayakan. Caranya, dianggarkan, berikan anggaran kepada mereka. Minta mereka buat proposal program untuk rapat rutin bulanan misalnya,” kata Tito saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial, dan Budaya di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (11/4).

Dia juga mendorong pemda mengalokasikan anggaran daerah kepada FKUB agar bisa menjalankan fungsinya dalam menjaga toleransi di daerah.

“Sehingga, FKUB bisa rapat rutin bulanan membicarakan potensi-potensi dan memperkuat keberagaman keagamaan di daerah masing-masing,” tambahnya.

Apabila FKUB di setiap daerah berjalan dan diberdayakan oleh pemerintah daerah, lanjut Tito, maka berbagai potensi konflik keagamaan di daerah dapat diredam sedini mungkin.

“Konflik yang paling berbahaya adalah konflik keagamaan. Kalau konflik ekonomi itu urusan perut, konflik budaya itu urusan manusia; tapi kalau sudah konflik atas nama Tuhan, itu paling bahaya,” jelasnya.

Oleh karena itu, dia menekankan agar pemda mengaktifkan serta memberdayakan FKUB guna mencegah konflik keagamaan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Kalau daerah-daerah FKUB-nya jalan, maka permasalahan-permasalahan yang sering sensitif masalah agama itu bisa dicegah. Kalau (FKUB) itu jalan daerah kita, maka aman-aman saja, kalau ada masalah cepat selesai,” kata Tito.

Selain itu, dia juga meminta seluruh kepala daerah membentuk Tim Penanggulangan Konflik Sosial sebagai upaya dalam penanganan, pengelolaan, dan mitigasi isu yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.

Dalam tim tersebut, tambahnya, perlu kerja sama, soliditas dan sinergisme antara pemerintah daerah dengan seluruh elemen masyarakat hingga TNI-Polri, termasuk BIN daerah.

“Itu sebetulnya sudah ada peraturan presidennya, peraturan pemerintahnya, undang-undang dari penanganan konflik sosial di mana gubernur, bupati dan wali kota menjadi ketua; wakilnya boleh dari tokoh masyarakat, TNI-Polri,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan dari tim penanggulangan konflik tersebut kemudian terbagi menjadi tiga bidang, yakni pencegahan, penghentian konflik, dan penyelesaian konflik.

Tim pencegahan, lanjutnya, melibatkan BIN daerah; sedangkan tim penghentian kekerasan melibatkan TNI-Polri saat terjadi konflik, karena mekanismenya harus penegakan hukum sehingga tidak terjadi secara berkepanjangan atau cepat dilokalisir.

“Terakhir, di tim penyelesaian konflik, ini dibagi tiga lagi tahapannya, yaitu rekonsiliasi, mendamaikan, melakukan rehabilitasi bagi mereka yang meninggal atau terluka. Kedua, keluarganya dirawat, dijaga, diberikan bantuan, yang luka diobati. Ketiga adalah rekondusif, yaitu yang terbakar, hancur rumahnya, harus segera dibangun kembali,” ujar Tito.