Untuk Menangkal Terorisme, Nasionalisme Harus Produktif Tidak Destruktif

JAKARTA – Senator PDIP, Eva Sundari mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia di jaman kini harus dimaknai secara produktif, bukan destruktif. Nasionalisme kekinian harus bisa diukur dari perkataan dan tindakan yang berkontribusi pada persatuan di tengah intoleransi yang cenderung memecah belah bangsa, khususnya dari ancaman radikalisme dan terorisme.

“Untuk anak muda dan di jaman kini, nasionalisme Indonesia harus dimaknai secara produktif. Hilangkan pemaknaan konservatif dan hitam putih memakai prasangka warisan semasa perang dingin seperti yang pernah dipraktekkan jaman Orde Baru. Nasionalisme harus terukur tidak sekadar ditunjukkan di slogan, spanduk, propaganda atau seragam. Apalagi adanya ancaman radikalisme dan terorisme yang jelas ingin memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata anggota DPR dari fraksi PDIP, Eva Sundari kepada media, Kamis (18/8/2016).

Menurutnya, semua usaha itu harus bermuara dan berdampak pada kepentingan nasional dan ke-Indonesian kita seperti keutuhan NKRI, kebhinekaan dan konstitusi.

“Anak muda kini banyak yang mengekspresikan kecintaannya ke negeri dengan ekspresi kekinian, misalnya ekonomi kreatif yang mencirikan kemandirian, mengembangkan sikap terbuka sehingga mampu bertoleransi dengan yang berbeda dengannya,” imbuhnya.

Menurut Eva, pemuda memang harus bisa berkontribusi ada persatuan di tengah intoleransi yang cenderung memecah belah bangsa.

“Bagi saya, saat ini nasionalisme anak muda masih terjaga tapi tidak dalam definisi lama. Semoga anak muda yang idealis dan mampu mempertahankan nasionalisme mereka ketika kelak memegang kekuasaan. Kekuasaan adalah ujian kecintaan dan komitmen terhadap kepentingan nasional,” kata Eva.

Sementara itu, Wakil Sekjen PBNU Isfah Abidal Aziz mengungkapkan untuk memperkokoh nasionalisme sebagai benteng NKRI dari ancaman radikalisme dan terorisme bisa memperkuat jargon atau pepatah hubbul wathan minal iman yang memiliki arti cinta tanah air sebagian dari iman dan itu hanya ada di Indonesia.

“Jargon hubbul wathan minal iman itu sebagai bentuk akumulasi dari menyatunya antara islam dengan nasionalisme yang disampaikan oleh Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari,” terang Isfah.

Pada kesempatan itu, Isfah juga membantah pendapat bahwa perayaan dan penghormatan bendera dalam rangka HUT RI menyalahi ajaran islam. Menurutnya tidak ada larangan bagi masyarakat Indonesia untuk memperingati perayaan kemerdekaan RI.

“Karena ada muatan-muatan sejarah mengenai bagaimana kita mengingat selama sekian tahun kita pernah dijajah bangsa lain dan sebagainya. Jadi pada prinsipnya kita boleh memperingati HUT Kemerdekaan RI,” tegasnya.