Menag: Kerukunan Beragama di Indonesia Potensi Besar Dalam Ciptakan Perdamaian Dunia

Jakarta – Indonesia memiliki potensi yang sangat berharga bagi
masyarakat dunia.berupa kerukunan umat beragama. Karena itu, potensi
kerukunan umat beragama itu harus terus dipromosikan ke seluruh
pelosok dunia dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia.

Hal ini disampaikan Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A.,
saat menjadi pembicara dalam sebuah talkshow di salah satu televisi
nasional. Menurut Menag, ada nilai jual tersendiri dari potensi
Indonesia.

“Kita adalah salah satu negara paling besar, paling plural, tapi
paling stabil dari segi politiknya, insya Allah dengan berbagai
catatannya juga perekonomiannya, dibanding negara-negara lain,
termasuk negara Islam. Kita umat Islam terbesar kedua di dunia,
setelah Pakistan,”ujar Menag di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

“Ini belum dipromosikan. Kita adalah kontributor paling bagus untuk
diperkenalkan, yang paling stabil dari sudut pandang pola hidup
beragama yang sangat toleran,” sambungnya.

Dijelaskan Menag, selama ini dirinya banyak menerima tokoh atau
pemimpin negara luar yang ingin belajar dari pengalaman Indonesia
merawat kerukunan umat beragama. “Mereka ingin mendapatkan pelajaran
bagaimana Indonesia dengan umat beragama begitu banyak, kultur begitu
rumit dan ramai, wilayahnya begitu luas, pulaunya begitu banyak, tapi
bisa kompak,” sebutnya.

Menag Nasaruddin juga menyebut bahwa salah satu jendela untuk
mengintip wajah Indonesia adalah situasi keberagamaan. Menurutnya,
keberhasilan dalam mengelola keberagamaan, berkontribusi besar untuk
pencitraan Indonesia.

“Kita juga tidak bisa membangun bangsa ini kalau situasinya tidak
dalam keadaan tenang. Maka dari itu peranan Kementerian Agama itu
sangat penting,” tegasnya.

Kerja Kementerian Agama, kata Menag, tidak bisa semua dilihat secara
kasat mata. Sebab, salah satu yang menjadi garapan Kemenag adalah hati
melalui pembinaan umat. Tujuannya, agar tidak ada jarak antara laku
hidup masyarakat dengan ajaran agama yang dipeluknya.

“Makin berjarak masyarakat dengan ajaran agamanya, maka di situ ada
kegagalan pembinaan umat. Tapi makin dekat antara masyarakat dengan
ajaran agamanya, maka itu ada sebuah keberhasilan pembinaan umat,”
sambungnya.

Dijelaskan Menag, kriteria keberagamaan tidak hanya diukur dengan
hal-hal yang bersifat formalitas. Lebih dari itu, ada nilai yang
bersifat filosofi pada ajaran setiap agama serta bagaimana umat
menerapkannya. Karenanya, tidak boleh ada jarak antara ajaran agama
dengan pemeluknya.

“Semakin berjarak antara pemeluk dengan ajaran agama, maka itu ada
masalah. Tantangan kami di Kemenag bagaimana menciptakan jarak yang
lebih dekat lagi dan akhirnya bisa menyatu antara ajaran agama dan
pemeluknya,” tandas Menag.