Jakarta – Dari tahun ke tahun, masalah yang dihadapi oleh negeri ini hampir sama, yakni menguatnya polarisasi di tengah masyarakat akibat dari infilterasi toleransi, merebaknya ujaran kebencian, radikalisme, dan segala turunannya. Karena itulah, resolusi 2023 bangsa ini harus diarahkan untuk bersama membangun peradaban yang bebas dari infiltrasi Intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia, KH Muflich Chalif Ibrahim. Dirinya menilai meskipun tahun 2022 lalu sudah cukup menorehkan catatan yang baik. Namun demikian masih banyak pekerjaan rumah terutama dalam hal mewujudkan persatuan umat dan membangun peradaban unggul yang bebas intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Perlu penguatan pemahaman nilai-nilai luhur yang disebut PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 45) yang mana itu adalah basis konstitusi bangsa Indonesia sebagai hukum dasar kita dan sudah disepakati secara bersama-sama,” ujar KH Muflich Chalif Ibrahim di Jakarta, Jumat (6/1/2022).
Dirinya melanjutkan, dengan penguatan dan penanaman empat konsensus nasional yang demikian dirinya yakin hal tersebut mampu menjadi percepatan dalam mewujudkan peradaban bangsa yang unggul, di era keterbukaan.
“Kalau hal itu terus kita Berikan pemahaman dan Kita sosialisasikan kepada masyarakat, maka InsyaAllah secara bertahap bangsa Indonesia akan tetap rukun. Terhindar dari segala macam bentuk provokasi hoax dan adu domba. Dan ini memperkuat jati diri bangsa bahwa kita punya nilai-nilai budaya luhur,” jelasnya.
Budaya luhur bangsa yang berisikan semangat perdamaian, kerukunan, gotong royong telah lama menjadi ciri khas bangsa ini. Di mana kemajemukan dan keberagaman bhinnekaan yang dimiliki bangsa Indonesia ini adalah suatu keniscayaan dan suatu modal sosial yang sangat besar bagi bangsa kita ini.
“Dan saya melihat juga selama ini pemerintah melalui BNPT juga sudah melihat itu semua. Saya lihat banyak sekali agenda-agenda yang dilakukan BNPT untuk mendorong semangat wawasan kebangsaan, tentang transformasi budaya bangsa, revitalisasi nilai-nilai luhur Pancasila termasuk juga moderasi beragama,” kata pria kelahiran Jakarta, 8 November 1970 silam ini.
Oleh karenanya, Kyai Muflich menilai perlunya dialog terbuka guna menyamakan persepsi dan pemahaman bersama, bahwasanya ideologi kekerasan yang dibawa oleh kelompok radikal tidaklah sesuai dengan ajaran luhur Islam dan cita-cita kemerdekaan bangsa.
“Saya pikir itu tentunya perlu ada dialog-dialog yang terbuka. Kita berusaha terus dan tidak kenal lelah dalam menjalankan asas pertama kita itu yakni untuk mewujudkan persatuan umat dalam bangsa ini, kita punya cita-cita kemerdekaan dan punya tujuan Indonesia merdeka,” ucap Kyai yang juga Ketua Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) ini.
Dalam kesempatan yang sama Kyai Muflich berharap kepada segenap tokoh masyarakat dan tokoh agama, sebagaimana yang upaya yang telah dilakukan oleh LPOI dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK), dalam mendorong dan mensosialisasikan program pemerintah guna menciptakan kerukunan hidup antar suku dan umat beragama.
“LPOI dan LPOK harus terus membantu untuk mensosialisasikan program-program pemerintah atau lembaga-lembaga negara untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama, antar agama dan sebagainya. Dimana hal itu tentunya dengan meningkatkan Silaturahim antar sesama dan sebagainya agar masyarakat kita tidak mudah dipecah belah dan diadu domba,” jelas Kyai yang juga salah satu pendiri dan pembina LPOK ini.
Terakhir, ia kembali mengemukakan optimismenya bahwa bangsa ini mampu menjadi bangsa dengan peradaban yang unggul, yang saling menghormati, berprinsip pada kebersamaan serta saling menghargai.
“Mari kita bersama sama juga meniingkatkan inisiatif dan potensi masyarakat dalam membangun peradaban masyarakat agar terbebas dari virus intoleransi, radikalisme dan terorisme,” kata Kyai KH Muflich menghakhiri.