Memaksimalkan Pendekatan Budaya Lokal Untuk Mencegah Radikalisme dan Terorisme

Perkembangan teknologi informasi kerap dituding sebagai penyebab menyebarnya berbagai informasi tentang Radikalisme dan Terorisme. Hal ini diperparah dengan minimnya daya saring masyarakat dalam menerima dan mengolah informasi, sehingga apapun yang mereka saksikan di media akan dianggap sebagai sebuah kebenaran yang nyata.

Hal ini dipahami betul oleh kelompok radikal dan teroris, karenanya mereka beramai-ramai menggunakan media untuk menyampaikan pesan-pesan radikal dan pembenaran aksi-aksi anarkisnya dengan mengajak masyarakat meyakini bahwa tindakan mereka benar dan perlu diperjuangkan. Sasaran utama dari penyebaran paham radikal-teroris di media adalah generasi muda, selain karena mereka aktif mengikuti pemberitaan di media (terutama media online), anak-anak usia muda juga masih belum teguh dalam pendirian; sedang sibuk mencari jati diri, sehingga mereka mudah dipengaruhi.

Dalam dialog pencegahan yang dilakukan BNPT di gedung serbaguna Kampoeng Nelayan, Jl. Kampoeng Nelayan, Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat, 13 November 2015 lalu, disepakati bahwa upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di kalangan masyarakat, terutama kaum muda, memerlukan metode yang berbeda, yakni Pendekatan Kultural atau budaya local. Pendekatan kultural diyakini mampu menjadi alternatif dalam mencegah dan membendung paham radikalisme dan terorisme karena ia menyentuh langsung ke akar masalahnya, yakni terkait dengan masalah lokal, seperti; kebijakan, keterasingan, dan kemiskinan.

Pendekatan kultural memiliki posisi penting, sehingga ia harus pula diterapkan pada pendidikan di sekolah. Siswa harus sejak dini diajari dan dibiasakan untuk melakukan penyelesaian konflik melalui lembaga Adat,  atau membudayakan permainan-permanainan berkelompok yang melibatkan orang banyak (permainan gasing, layang-layang atau petak umpet). Nilai-nilai lokal melalui permainan ini bisa menjadi model pengajaran di sekolah yang efektif dalam mencegah paham radikalisme dan terorisme di kalangan siswa. Para pendidik bisa memodifikasi atau merekayasa nilai-nilai permainan lokal ini menjadi untuk menjadi bahan ajar guna memperkuat hubungan dan silahturahmi antar individu dan antar kelompok, sehingga dengan sendirinya potensi gesekan konflik dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.