Bima – Kelurahan Penato’i, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, mendapat
stigma negatif sebagai kampung teroris. Kini, Kelurahan Penato’i
tengah berjuang keras untuk melepas stigma tersebut. Berbagai upaya
deradikalisasi telah dilakukan untuk menjadikan Penatoi bebas dari
jeratan radikalisme dan terorisme.
Seperti yang dilakukan warga Penatoi saat memperingati Hari Ulang
Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia 2024. Mereka menggelar upacara
bendara di Kantor Kelurahan Penato’i, Kecamatan Mpunda, Kota Bima,
Nusa Tenggara Barat (NTB. Puluhan orang tengah melaksanakan upacara
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia.
Upacara itu tidak biasa. Dari puluhan orang yang hadir, tak hanya
pegawai Kelurahan Penato’i, ketua RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan tokoh pemuda, tapi juga eks narapidana terorisme (napiter).
Eks napiter yang kembali ke NKRI itu antusias dan penuh semangat
mengikuti upacara pengibaran bendera. “Tiap tahun seperti ini,” kata
Lurah Penato’i, Haerurahman, dikutip dari detikBali, Sabtu (17/8/2024)
lalu.
Menurut Haerurahman, Kelurahan Penato’i menggelar sendiri upacara
peringatan HUT RI itu. Padahal, jarak kantor Kelurahan Penato’i dengan
kantor Wali Kota Bima hanya sekitar seribu langkah kaki.
Kelurahan Penato’i mendapat stigma negatif sebagai kampung teroris.
Musababnya, sejumlah warga di sana ditangkap terkait dugaan tindak
pidana terorisme.
Data Kelurahan Penato’i menyebutkan sebanyak 35 orang warga Penato’i
ditangkap terkait tindak pidana terorisme. Dari jumlah itu sebanyak 10
orang masih mendekam di Lapas Nusakambangan dan 25 orang lainnya telah
menghirup udara bebas. Selain itu, sebanyak empat sampai lima warga
setempat meninggal dunia terkait terorisme.
Haerurahman mengatakan stigma negatif Penato’i sebagai kelurahan zona
merah teroris mulai muncul dan melekat sejak 2013. Padahal, sebelumnya
daerah itu dikenal tempat yang aman. “Sebelum 2013, Penato’i tak dapat
stigma negatif seperti ini,” katanya.
Dicap sebagai kampung teroris membuat pemerintah kelurahan gusar.
Padahal, persentase penduduk yang terpapar pemahaman radikal tidak
seberapa.
Salah satu program deradikalisasi yang diluncurkan di Kelurahan
Penato’i adalah pemberian bantuan ke sektor usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Sebab, rata-rata eks narapidana terorisme (napiter)
di Penato’i berprofesi sebagai pedagang asongan keliling.
“Kadang ada yang menerima dan ada juga yang tidak mau,” kata Haerurahman.
Berkat pendekatan persuasif, program tersebut terbilang sukses. Hampir
80 persen eks napiter mau menerima bantuan dari pemerintah. “Sekarang
tinggal sedikit saja (tak mau menerima bantuan),” klaim Haerurahman.
Selain menerima bantuan dari pemerintah, sebagian eks napiter di
Penato’i juga turun tangan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar
kembali ke NKRI. Mereka berdakwah dengan materi-materi deradikalisasi.
Kepala Kesbangpolinmas Kota Bima, Muhammad Hasyim, mengatakan
Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tetap serius melakukan pendampingan
terhadap eks napiter di Kelurahan Penato’i.
“Tetap kami dampingi mereka,” ucapnya.
Hasyim menjelaskan salah satu program Pemkot Bima adalah memberikan
penguatan UMKM dalam bentuk bantuan rombong untuk berjualan. Termasuk
alat kerja sesuai kebutuhan yang diajukan ke Pemkot Bima.
“Semua yang diusulkan tetap kami tampung. Namun, kami sudah alokasikan
dana Rp 150 juta untuk kebutuhan penguatan UMKM,” imbuhnya.