Dalam konteks kajian akademis, media literasi dapat digunakan sebagai bahan untuk melawan radikalisme, demikian diungkap oleh Gun-gun Heriyanto. Sebagai salah seorang narasumber dalam talkshow “peningkatan peran media penyiaran dalam pencegahan paham ISIS” yang diinisiasi oleh BNPT ini, ia menjelaskan bahwa media literasi berisi tiga aspek utama, yakni; 1, knowledge pengakses berita. Minimal orang yang akan mengakses berita sudah mengetahui apa yang akan ia cari. Knowledge membantu pengakses berita dalam menterjemahkan berita yang ia terima, sehingga kemungkinan salah paham menjadi kecil.
Aspek ke 2 adalah skill, hal ini terkait dengan bagaimana dan untuk apa seseorang mengakses sebuah berita. Apakah seseroang mencari berita dari sumber-sumber berita yang terpercaya atau dari sumber yang belum jelas validitasnya. Aspek terakhir dalam media literasi yang efektif untuk digunakan melawan radikalisme adalah tentang sikap. Hal yang paling utama dari berita adalah sikap yang diambil masyarakat setelah menerima berita, apakah menerimanya sebagai sebuah kebenaran atau menolaknya karena bertentangan dengan kewarasan.
Media, yang beberapa kali justru turut ‘membesarkan’ nama dan efek kelompok terorisme, harus pula lebih berhati-hati dalam menyampaikan berita, terutama yang terkait dengan isu radikalisme dan terorisme, karena seperti ditekankan oleh Idy Muzayyad (wakil ketua KPI pusat) pemberitaan yang tidak tepat justru dapat menyesatkan masyarakat.