Melaksanakan Pendampingan Program Deradikalisasi Membutuhkan Kiat-kiat Khusus

Jakarta – Menjalankan program deradikalisasi kepada para narapidana atau mantan narapidana kasus terorisme baik saat yang masih berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau yang sudah berada di luar Lapas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kiat-kiat khusus dalam menjalankan program tersebut agar para napi dan mantan napi tersebut mau kembali pangkuan NKRI.

Hal tersebut dikatakan Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayjen TNI. Abdul Rahman Kadir dalam sambutannya saat membuka acara Workshop Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan Sasaran Deradikalisasi di 7 Provinsi Program Deradikalisasi Luar Lapas tahun 2017 di Hotel Best Western, Jakarta, Rabu (15/3/2017) malam.

“Dari pengalaman selama ini kalau ada aksi terorisme di negara kita, ada pihak-pihak seperti para pengamat yang mengatakan bahwa program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah gagal. Padahal tidak semuanya gagal, justru banyak berhasilnya. Karena melakukan pendampingan dalam program deradikalisai ini membutuhkan kiat atau sentuhan khusus,” ujar Mayjen Abdul Rahman Kadir.

Dikatakan alumni Akmil tahun 1984 ini, apa yang dikatakan para pengamat tersebut bisa dimaklumi karena mereka melihat berdasarkan pada pengamatan sepintas secara teori saja dan tidak terjun langsung ke lapangan untuk melihat bagaimana cara menjalankan program deradikalisasi tersebut.

“Tidak apa-apa. Karena mereka tahunya hanya sebatas teori, tidak melakukan dan melihat secara langsung. Bapak-bapak dan ibu-ibu inikan yang tahu bagaimana mendatangi para napi atau mantan-mantan napi tersebut untuk melihat permasalahan atau kesulitannya. Tapi yang sulit itukan tidak banyak. Jadi wajar kalau mereka mengatakan seperti itu,” ujar pria yang pernah menjadi Sekretaris Utama (Sestama) dan Direktur Perlindungan BNPT ini.

Pria yang dalam karir militernya dibesarkan di korps pasukan ‘Baret Merah’ Kopassus ini pun meyakini bahwa para undangan hadir dalam workshop tersebut selama ini telah memiliki andil yang cukup besar dalam mendampingi dan membina para mantan narapidana, mantan teroris, keluarga dan jaringannya.

“Kami melihat bahwa sinergitas dan kerjasama bapak dan ibu dalam mendukung upaya penanggulangan terorisme selama ini sudah sangat tepat. Bapak dan ibu adalah orang-orang yang paling dekat dengan para peserta pembinaan deradikalisasi,” ujarnya.

Diakui pria yang pernah menjadi Komandan Korem 074/Wirastratama Surakarta ini bahwa pihaknya dari tim BNPT yang berada di pusat dan belum memiliki perwakilan di daerah sendiri memiliki keterbatasan dalam hal melakukan pendampingan secara berkesinambungan dengan kebutuhannya yang sangat heterogen.

“Untuk itu kita harapkan bapak dan ibu dapat menjadi perpanjangan tangan kami sehingga para peserta pembinaan deradikalisasi dapat terus merasakan kehadiran negara di dalam kehidupan mereka. Dengan adanya bapak dan ibu, pendekatan deradikalisasi akan lebih terasa nuansa lokalitasnya. Karena bapak dan ibulah yang paling mengerti tentang keadaan mereka di daerahnya,” ujarnya.

Oleh karena itu pria yang pernah menjadi Komandan Satuan 81/Penanggulanganb Teror Kopassus ini berharap agar para peserta workshop dapat memberikan masukan atau sumbang saran agar kegiatan pendampingan sasaran deradikalisasi di luar lapas ini dapat berjalan lancar dan maksimal sehingga konsep pendampingan tersebut dapat terimplementasikan dengan baik di lapangan.

“Ini bertujuan untuk mengkaji hambatan, peluang dan tantangan dalam petunjuk teknis pendampingan dan buku raport sebagai alat ukur perkembangan para penerima manfaat program sekaligus membentuk tim pendampingan di 7 (tujuh) provinsi sehingga memudahkan para sasaran deradikalisasi berintegrasi di masyarakat,” ujarnya mengakhiri.

Seperti diketahui, sasaran Deradikalisasi Luar Lapas pada tahun 2017 ini akan dilaksanakan di 7 (tujuh) provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Acara ini diikuti oleh kurang lebih 50 (lima puluh) orang peserta yang terdiri dari aparat Teritorial/ Intelijen dari TNI dan Polri, perwakilan Balai Pemasyarakatan (Bapas), perwakilan Instansi/ Lembaga terkait, tokoh masyarakat, tokoh agama, mantan tokoh radikal dan penggiat deradikalisasi.