Jakarta – Keberadaan media sosial (Medsos) sekarang bukan hanya sekadar untuk hobi atau berkomunikasi, tapi sudah menjadi wahana melakukan propaganda dan penyebaran paham kekerasan dan terorisme. Alhasil, medsos tidak hanya membuat dunia menjadi ramai, mudah dan semakin dekat, tetapi juga menimbulkan ketakutan dan adu domba.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Dr. Hendri Satrio di Jakarta, Rabu (2/8/2017), mengungkapkan ada banyak dampak positif dari keberadaan Medsos. Namun ia tidak menampik bahwa dampak negatif Medsos ini sangat besar. Tidak hanya fitnah, tapi Medsos bisa jadi alat pecah belah untuk merontokkan NKRI.
“Kedewasan sangat dibutuhkan bagi para pemilik akun media sosial untuk tidak menggunakannya sebagai wadah pesan negatif apalagi untuk menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya,” kata Hendri Satrio.
Ia tidak menampik, bahwa Medsos telah masuk ke seluruh sel kehidupan manusia, termasuk dunia politik. Hal itulah yang mendasari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.
“Demokrasi memang masuk ke ranah baru, era media sosial. Perdebatan di Medsos dipersilahkan selama menggunakan informasi yang benar dan tidak menggunakan isu SARA negatif. Makanya saya dukung fatwa MUI tentang media sosial termasuk larangan menggunakan buzzer medsos untuk kepentingan negatif,” jelas Hendri Satrio.
Fatwa MUI itu mencantumkan beberapa hal yang diharamkan bagi umat islam dalan penggunaan Medsos. Disebutkan bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.
MUI juga mengharamkan aksi bullying, ujaran kebencian serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan. Haram juga bagi umat muslim yang menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi tentang kemaantian orang yang masih hidup.
Umat muslim juga diharamkan menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i. Haram pula menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan dan-atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat.
Selain itu, aktivitas buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoax, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.
Dalam hal ini, Henri berharap keberadaan Medsos ini harusnya bisa menjadi perekat persaudaraan dan kebangsaan. Memang itu tidak mudah dan menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah.
“Pendidikan publik terkait Medsos harus terus menerus dilakukan dengan cara-cara pengguna Medsos. Salah satu gaya dan cirikhas Medsos yang kuat adalah personal dan pribadi. Pemerintah dalam melakukan pendidikan Medsos bila meniru cara yang dilakukan pemerintah Orba saat melakukan pendidikan publik untuk gerakan menabung,” pungkas Hendri Satrio.