Media Jadi Garda Terdepan Tangkal Radikalisme di Perbatasan Nunukan

Nunukan – Di tengah derasnya arus informasi dan potensi penyusupan ideologi dari luar, media massa di Kabupaten Nunukan didorong untuk menjadi benteng utama dalam menangkal penyebaran paham radikalisme. Media tidak hanya berperan menyampaikan berita, tetapi juga membangun kesadaran publik tentang pentingnya toleransi dan semangat kebangsaan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Nunukan, Adharsyah, saat menjadi narasumber dalam acara Dialog Interaktif di RRI Nunukan, Selasa (14/10/2025).

Menurut Adharsyah, media memiliki posisi strategis sebagai penyampai informasi yang mampu membentuk opini publik. Karena itu, ia menilai media harus hadir sebagai garda terdepan dalam memberikan edukasi yang benar, seimbang, dan tidak memprovokasi.

“Radikalisme tidak tumbuh begitu saja. Ia tumbuh karena ada ruang kosong informasi yang tidak diisi dengan edukasi yang benar. Di sinilah peran media menjadi sangat penting untuk memberikan narasi yang mengedukasi dan mengawasi media sosial,” ujarnya.

Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan negara lain, lanjut Adharsyah, memiliki kerawanan tersendiri dalam hal pengawasan arus informasi dan ideologi dari luar. Kondisi geografis yang strategis sekaligus menjadi tantangan dalam menjaga ketahanan sosial dan nasionalisme masyarakat.

“Media jangan hanya fokus pada sensasi atau konflik. Kita harus mendorong pemberitaan yang menumbuhkan semangat toleransi, cinta tanah air, dan moderasi beragama,” ucapnya.

Adharsyah menekankan pentingnya sinergi antara media, pemerintah, aparat keamanan, dan tokoh masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang kondusif serta bebas dari pengaruh radikalisme. Ia berharap media lokal dapat menjadi filter dan pengarah dalam membangun kesadaran kebangsaan di tengah masyarakat.

Ia juga mengajak para jurnalis di Nunukan untuk terus meningkatkan kapasitas dan komitmen profesional dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, edukasi, dan advokasi.

“Jangan beri ruang pada narasi-narasi yang bisa memecah belah bangsa. Mari kita jadikan media sebagai alat pemersatu, bukan pemecah,” tutup Adharsyah