Tasikmalaya – Mayoritas narapidana terorisme (napiter) di Jawa Barat masih bertahan dengan ideologi atau paham radikal terorisme. Dari 151 napiter di Jabar, baru 43 orang yang sudah berikrar sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian ada 108 napi terorisme yang masih memiliki paham radikal, atau setidaknya belum berikrar setia kepada NKRI.
“Ada 151 narapidana teroris yang sedang dibina di 32 Lapas maupun Rutan yang ada di Jawa Barat. Sejauh ini baru ada 41 napi yang sudah ikrar sumpah setia kepada NKRI, ditambah sekarang 2 orang napi teroris di Lapas Tasikmalaya,” kata Kepala Bidang Pelayanan Tahanan Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, Gunawan Sutrisnadi usai menghadiri kegiatan ikrar sumpah setia kepada NKRI 2 napi terorisme di Lapas Tasikmalaya, Selasa (14/2/2023).
Dia mengatakan melakukan pembinaan atau menyadarkan napi terorisme tidak mudah. Karena mengubah pemahaman atau keyakinan seseorang membutuhkan langkah-langkah yang bertahap.
“Memang tidak mudah membina napi terorisme, kita tahu bahwa mereka memiliki paham yang berbeda. Menurut mereka itu (paham radikal) adalah yang terbaik. Maka perlu diluruskan, kita beri pembinaan dan pemahaman bersama instansi terkait. Makanya kita apresiasi kinerja Lapas Tasik atas ikrar sumpah setia kepada NKRI yang dilakukan 2 napi terorisme ini,” kata Gunawan.
Terkait ikrar sumpah setia kepada NKRI bagi napi terorisme sendiri, menurut Gunawan tidak hanya sebatas bukti kembalinya pemahaman bernegara yang benar, namun menjadi syarat utama bagi mereka untuk mendapatkan program-program pembinaan.
“Ikrar sumpah setia kepada NKRI menjadi syarat bagi mereka untuk mendapatkan program pembinaan seperti remisi atau bebas bersyarat,” kata Gunawan.
Kepala Lapas Tasikmalaya Davi Bartian menjelaskan 2 napi terorisme yang ada di Lapas Tasikmalaya bukan merupakan warga Tasikmalaya, melainkan warga Jawa Tengah. “Jadi oleh BNPT didistribusikan ke berbagai Lapas untuk dibina. Mereka pindahan dari Lapas khusus teroris, baru enam bulan di sini,” kata Davi.
Kedua napi terorisme itu bernama Suhardi, dia tersangkut kasus terorisme jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Yang kedua bernama Wiloso Jati yang terjerat kasus terorisme jaringan Front Pembela Islam (FPI). Keduanya menjalani hukuman 3 tahun penjara.
“Setelah ikrar sumpah setia kepada NKRI mereka akan dibaurkan bersama napi lain yang ada di Lapas Tasikmalaya. Mereka juga jadi berhak untuk mendapatkan atau diikutkan pada program remisi bahkan sampai bebas bersyarat,” kata Davi.
Memberikan pembinaan terhadap napi terorisme, lanjut Davi pihaknya tidak bekerja sendiri melainkan berkoordinasi dengan BNPT dan Densus 88 Polri. Selain pembinaan layaknya napi lain, mereka juga diberikan program pembinaan yang diarahkan kepada upaya deradikalisasi.
“Program deradikalisasinya kami koordinasi dengan BNPT dan Densus 88,” kata Davi.
Sementara itu Pj Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah yang turut hadir, mengutarakan komitmennya untuk membangun kolaborasi dalam upaya pencegahan atau deradikalisasi bagi masyarakat Tasikmalaya.
“Tasikmalaya memang perlu treatment, caranya dengan terus melakukan upaya deradikalisasi. Pemkot tentunya perlu kolaborasi dengan BNPT, Polri dan TNI serta kalangan lainnya termasuk tokoh agama,” kata Cheka.