Foto : Antara

Masyarakat Yogya Lakukan Deklarasi Jogja Damai Tolak Kekerasan, Intoleransi dan Radikalisme.

Yogyakarta – Kasus penyerangan Gereja St Lidwina di Sleman, DIY pada Minggu (11/2/2018) lalu menyisakan luka bagi seluruh masyarakat. Usai kejadian tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama para pemuka agama, tokoh masyarakat dan lainnya menggelar Deklarasi Jogja Damai Tolak Kekerasan, intoleransi dan radikalisme.

Acara yang digelar di Bangsal Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Rabu (14/2/2018) itu diikuti berbagai elemen masyarakat hingga akademisi. Acara tersebut juga dilakukan pembacaan deklarasi secara bersama sama. Dimana Ratusan orang yang berasal dari berbagai unsur dan segenap elemen masyarakat yang ada di DI Yogyakarta menghadiri Deklarasi tersebut.

Gubernur DIY, Sri Sultan HB X meeminta agar deklarasi ini tidak sebatas dokumen mati, tetapi benar-benar diikuti tindakan nyata yang terintegrasi, agar ada ketegasan dalam merawat kedamaian masyarakat DIY.

“Semua unsur masyarakat yang melakulan penandatangan sampai tingkat terbawah pun harus memiliki pemahaman yang sama terhadap penanganan kekerasan fisik dan tindak kriminal menjadi kewajiban aparat kepolisian untuk menanganinya terlebih dahulu agar segera dapat mengungkap motif dan latar belakang tindakan pelakunya,” tutur Sri Sultan HB X di Bangsal Kepatihan Yogyakarta seperti dikutip Detik.com.

Atas terjadinya kekerasan di Gereja Lidwina Yogyakarta yang mencederai rasa kemanusiaan, Sultan menyatakan dengan tegas mengutuk keras terhadap tindak kekerasan yang teramat brutal itu. “Maka seruan saya adalah: “Hentikanlah persekusi, dan waspadailah politik adu domba antarumat beragama,” kata Sultan HB X

Foto : Republika

 

Sultan HB X mengatakan sesuai laporan, DIY termasuk wilayah sasaran dengan jumlah kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta intoleransi di peringkat atas. Kasusnya, berupa larangan atau penyegelan rumah ibadah, kriminalisasi dan diskriminasi atas dasar agama.

“Catatan ini perlu menjadi perhatian Bupati/Walikota untuk penanganannya sejak dini. Sehingga jika ada potensi intoleransi, masyarakat sendiri siap menangkalnya. Saya minta kepada Perangkat Desa/Kampung untuk menghidupkan Siskamling sebagai benteng ketahanan Kamtibmas pertama dengan upaya-upaya preventif,” katanya.

Di tahun politik ini, Sultan berharap setiap aparat intelijen dalam semua jajaran menelisik kembali data deteksi-dini terhadap bahaya laten ancaman gangguan kamtibmas dengan meningkatkan kewaspadaan-dini sebagai landasan tindakan-dini, agar tidak kecolongan-dini.

Meski DIY bukan peserta pilkada serentak, suatu peristiwa di luar DIY yang terpicu oleh ucapan atau tindakan provokatif peserta bisa saja menjalar dan berdampak mengganggu kohesi sosial di DIY.

Ada 5 kesepakatan dalam deklarasi yang dibacakan oleh enam.pemuka agama yakni Islam, Katholik, Kristen,Hindu, Budha dan Konghucu. Lima butir tersebut yaitu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengecam segala bentuk kekerasan dan tindakan anarkis yang mengatasnamakan agama, mengajak seluruh masyarakat DIY untuk tetap menjaga kerukunan, cinta damai dan toleransi antar umat beragama, menjadikan DIY sebagai daerah terdepan dalam perlawanan terhadap paham dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, mengecam pelaku kekerasan, intoleransi, dan radikalisme serta mengusut secara tuntas sesuai aturan hukum yang berlaku.

Hadir dalam acara tersebut yaitu Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri, Komandan Korem 072/Pamungkas Kolonel Kav Muhammad Zamroni, Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY Kiai Haji Thoha Abdurrahman, Romo Vikep Florentinus Harto Subono, Pemuka Agama Hindu Ida Bagus Agung dan beberapa tokoh serta petinggi lainnya.