Masyarakat Setuju Dilakukan Karantina Wilayah Untuk Cegah Corona

Jakarta – Studi Sosial Covid-19 kolaborasi sembilan lembaga dan universitas mengungkapkan, 97,8% responden setuju diberlakukannya karantina wilayah untuk menekan penyebaran virus Corona atau Covid-19. Studi Sosial Covid-19 adalah sebuah panel sosial kebencanaan kerja sama LIPI, BNPB, UI, UGM, ITB, Jurnalis Bencana dan Krisis Indonesia, STIS dan INSPIRE yang melakukan survei daring kepada 4.823 responden sejak 29-31 Maret 2020. Sebanyak 78.8% responden berasal dari Pulau Jawa.

“Berdasarkan survei dari studi yang kami lakukan, kebijakan karantina wilayah dinilai efektif menekan penyebaran virus corona. Dengan 44,4% responden menyatakan cakupan karantina meliputi kota atau kabupaten,” terang peneliti kebencanaan sekaligus dosen Psikologi UI Dicky C Pelupessy dalam Forum Diskusi Salemba ILUNI UI yang digelar secara daring, Rabu (8/4/2020).

Survei yang dilakukan Studi Sosial Covid-19 meliputi tiga aspek yakni keterbukaan informasi pasien positif Covid-19, mobilitas dan transportasi, serta perspektif masyarakat terhadap karantina wilayah. Menanggapi pertanyaan seputar efektivitas anjuran pemerintah, sebanyak 47% responden menyatakan diam di rumah paling efektif dibandingkan jaga jarak dan perlindungan diri.

Dicky menjelaskan, berdasarkan hasil survei, sebanyak 39,1% dari responden meyakini bahwa kebijakan yang tegas dari pemerintah dianggap bisa menekan laju penyebaran Covid-19.

“Masyarakat siap informasinya dibuka, dan masyarakat melihat pentingnya penegakan dan pendisiplinan mengikuti kebijakan,” ujar Dicky.

Meskipun anjuran untuk diam di rumah dianggap paling efektif, desakan ekonomi yang tinggi menurut Dicky akan mendorong masyarakat untuk keluar rumah.

Ketua Policy Center ILUNI UI M Jibriel Avessina pun mengajak masyarakat untuk melakukan solidaritas sosial, agar masyarakat yang rentan secara ekonomi dan kekuatan, tidak menjadi korban. Ke depannya, dalam menyikapi kemungkinan munculnya wabah serupa, Pemerintah diharapkan untuk mendorong inisiatif pranata kultur.

“Budaya baru yang muncul di masyarakat ini diharapkan bisa meningkatkan resiliensi masyarakat ke depan. Tidak harus bergantung pemerintah, tapi masyarakat bisa bergerak dengan komunitasnya masing-masing,” tutur Jibriel.

Ia pun menegaskan, untuk kepentingan bersama, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tegas dalam melarang orang untuk berkumpul bersama baik untuk tujuan ibadah, kegiatan mudik, dan kegiatan lainnya, bukan hanya pembatasan saja. Jibriel juga mendorong model desain inisiatif berbasis komunitas untuk berkembang sebagai pertahanan bersama dalam menghadapi perang melawan Corona.