Masyarakat Harus Menolak Paham yang Bertentangan dengan Pancasila

Jakarta – Seluruh komponen bangsa harus menolak paham yang
bertentangan dengan Pancasila seperti komunis, radikalisme, dan
terorisme. Untuk itu, kewaspadaan tinggi harus terus dilakukan
terhadap upaya yang ingin mendorong bangkitnya paham-paham tersebut.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya
Amirsyah Tambunan mengatakan, komunisme bertentangan dengan Pancasila
karena pilihan Indonesia sebagai Negara Pancasila menurut pemahaman
Muhammadiyah adalah Darul Ahdi wa Syahadah (Negara Konsensus dan
Kesaksian).

“Ketika ada paham yang akan merongrong Pancasila seperti paham komunis
yang tidak sejalan dengan Pancasila, harus ditolak. Untuk itu, adanya
peringatan dari tokoh intelijen KH As’ad Said Ali yang menyerukan agar
waspada terhadap adanya upaya membangkitkan komunis di Indonesia perlu
mendapat perhatian serius bagi seluruh komponen bangsa,” kata Amirsyah
dikutip Republika.co.id, Jumat (1/9/2023).

Amirsyah mengingatkan pentingnya anak bangsa memahami sejarah komunis
dalam lembaga pendidikan agar generasi muda paham sejarah.  Dia
mencontohkan, pertama ketika ada tuntutan pencabutan TAP MPRS No.
XXV/1966 tentang Pembubaran PKI dan pernyataan PKI sebagai Partai
Terlarang di Indonesia.

Diketahui bahwa dalam  TAP MPRS telah ditetapkan, bahwa setiap
kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham
komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,
dan penggunaan segala macam media penyebaran atau pengembangan
paham/ajaran tersebut, dilarang.

Kedua, tentang Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Ditjen Kebudayaan
Kemendikbud sempat menimbulkan kegaduhan, karena dianggap banyak pihak
mengaburkan sejarah pemberontakan PKI pada 1965 dan menghilangkan
peran tokoh-tokoh bangsa dari umat Islam seperti KH Hasyim Asy’ari, KH
Wahid Hasyim, KH Mas Mansyur, Syafrudin Prawiranegara dan M Natsir,
pada jilid 1 buku yang membahas periode pembentukan negara Indonesia.
Buya Amirsyah melihat, buku tersebut jelas menampilkan tokoh-tokoh
PKI, termasuk yang akan mengubah ideologi Pancasila dengan komunisme
dan memberontak terhadap negara Republik Indonesia yang sah, seperti
Muso, Semaun, Alimin, bahkan DN Aidit.

“Pengaburan sejarah ini merupakan upaya ahistoris yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman di antara anak bangsa. Dari kesalahpahaman
ini akan menimbulkan pemahaman Pancasila yang dangkal,” tuturnya.

Untuk itu, Amirsyah mengajak mengajak semua komponen bangsa untuk
memahami Pancasila yang termaktub dalam Konsitusi UUD 1945 agar dapat
dipahami secara menyeluruh dan integral seperti sila Pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”, merupakan perwujudan nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia, bahwa manusia merupakan makhluk yang berbudaya,
bermoral, dan beragama.

Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode
2000-2011, KH As’ad Said Ali, dalam tulisan kolomnya mengulas soal
buku berjudul “Menghadapi Manuver Neo-Komunis”. Buku ini disusun KH
Abdul Mun’im DZ.

Pada halaman 123 di buku tersebut, dipaparkan tentang “Sikap NU”
terhadap isu bangkitnya PKI. Salah satunya menyebutkan bahwa PKI akan
terus berusaha mengaburkan sejarah pemberontakan PKI 1965, melalui
gerakan yang bersifat nasional dan internasional, termasuk mendesak
pemerintah untuk menulis ulang sejarah peristiwa 1965.