Jakarta – Saat ini Indonesia memiliki tantangan dari rongrongan paham radikalisme yang jika terus dibiarkan akan mengancam kedaulatan negara. Radikalisme memang tidak mengakar sebagai karakter bangsa, tetapi ia terus menyebar ke berbagai aspek kehidupan bangsa. Diperlukan peran dari segenap warga negara untuk bersama-sama melawan paham radikalisme sebagai bentuk bela negara.
Staf Ahli Kemenko Polhukam DR. Sri Yunanto, M.Si, mengatakan bahwa bela negara memiliki arti yang luas. Karena tidak hanya militer yang terlibat, tetapi seluruh komponen bangsa harus dan wajib untuk ikut serta dalam mengatasi masalah bangsa.
“Dimensinya bermacam-macam, misalnya dari segi keamanan,yang mana keamanan ini sudah bergeser. Kalau dulu ancaman tradisional, militer, yang berkaitan dengan kedaulatan. Tetapi sekarang ini sudah bergeser ke non-tradisional.seperti terorisme, narkoba, penyelundupan, lalu illegal logging, pencurian ikan.Yang mana itu semua adalah ancaman-ancaman terhadap negara,” ujar DR. Sri Yunanto, M.Si, di Jakarta, Sabtu (21/12/2019).
Lebih lanjut peraih gelar Master dari Universitas Indonesia ini juga menyampaikan bahwa untuk melakukan bela negara, kita harus memahami dulu tentang negara kita ini, tentang ideologi bangsa ini yaitu Pancasila untuk kemudian melawan paham radikalisme.
“Paham Radikalisme itu adalah ancaman terhadap ideologi bangsa, karena itu ada kaitannya dengan faktor Kebhinnekaan, toleransi dan harmoni. Dengan kita memahami Pancasila dan melakukan bela negara dimana kita tadi punya rasa memiliki, maka bela negara ini bentuknya adalah melawan radikalisme itu dalam segala dimensinya seperti intoleransi dan terorisme,” tutur pria yang juga pernah menjadi staf Ahli di Kedeputian I BNPT itu.
Oleh sebab itu Yunanto mengungkapkan pentingnya penanaman kembali nilai-nilai Pancasila di masyarakat, sehingga masyarakat dapat memaknai arti sebenarnya dari bela negara itu sendiri. Karena selama ini bela negara selalu dipahami dengan militeristik.
“Padahal bela negara itu mempunyai spektrum yang sangat luas. Sekarang dengan adanya instruksi presiden (inpres) terkait bela negara itu maka masyarakat terutama generasi muda bisa untuk lebih memahami makna daripada bela negara itu,” ucap pria yang juga dosen Ilmu Komunikkasi Universitas Muhammadiyah Jakarta tersebut.
Selain itu menurutnya, pemerintah memegang peranan sentral untuk menggunakan bela negara dalam melawan ideologi yang mengancam Pancasila seperti paham radikalisme.
“Pemerintah melalui BNPT dapat mengajak mengajak masyarkat misalnya tokoh agama, tokoh adat, kalangan akademisi kampus, pemuda dan sebagainya untuk bersma-sama melakukan deteksi dini paham radikalisme ini,” ujarnya
Yunanto juga mengapresiasi program Forum Koordinasi Pencegahan terorisme (FKPT) milik BNPT yang ada di seluruh provinsi yang dalam hal ini telah merangkul komponen masyarakat untuk bersama-sama melawan paham radikalisme tersebut.
“Melalui FKPT di daerah-daerah itu juga merupakan suatu bentuk bagaimana negara dalam hal ini BNPT telah mengajak masyarakat secara umum untuk bersama-sama melawan radikalisme. Di lingkungan mereka sendiri, masyarakat dapat ikut dalam menangani penyebaran paham-paham atau aksi aksi yang menentang ideologi negara, intoleransi dan lain sebagainya,” tutur peraih Doktoral dari Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.
Selain itu juga Yunanto menyampaikan apresiasinya atas sepak terjang Pusat Media Dama (PMD) BNPT yang efektif dalam mengajak generasi muda melakukan penyebaran pesan-pesan perdamaian untuk mencegah penyebaran paham-paham radikal terorisme melalui dunia maya.
“Peran dari Pusat Media Damainya BNPT ini saya kira sangat bagus dan harus terus dilanjutkan. Tetapi memang kedepannya harus lebih banyak melibatkan komunitas-komunitas. Jad partisipasi daripada masyarakat dengan mengajak pelajar dan mahasiswa untuk bersama-sama atau berpartisipasi yang mungkin bisa digalang melalui kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh PMD ini,” ucapnya mengakhiri