Jakarta – Di tengah wabah pandemi virus Corona atau Covid-19, semua pihak diminta untuk tetap waspada terhadap tindakan aksi-aksi terorisme. Karena bukan tidak mungkin kelompok-kelompok teror tersebut tetap akan melakukan aksinya di Tanah Air meskipun saat ini bangsa Indonesia tengah dilanda pandemi Covid-19 itu. Karena ketika Covid-19 ini terjadi, kelompok teror itu beranggapan bahwa pemerintah maupun aparat keamanan fokus tidak hanya kepada keamanan saja, tetapi fokus juga terhadap penanganan Covid-19 ini,
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Ir. Hamli , ME saat menjadi narasumber pada acara Halal Bihalal dan Seminar Nasional Online yang mengambil tema “Sinergitas dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Kewaspadaan terhadap Ideologi Ektremisme dan Intoleransi”.
Seminar online yang diadakan oleh Mahasiswa Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (MATAN) dengan bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini digelar pada, Sabtu (13/6/2020) siang.
“Oleh sebab itu fokus yang tidak hanya kepada keamanan ini dimanfaatkan oleh kelompok tersebut dengan memerintahkan untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok-kelompok atau target-target yang mereka mau. Terutama yang dianggap sebagai Thogut maupun Anshor Thogut,” ujar Brigjen Pol Hamli dalam paparannya yang mengambil tema . Penanganan dan Perkembanga Terorisme di Tengah Pandemi Covid-19..
Hal ini menurut Brigjen Hamli dibuktikan saat-saat awal Covid-19 ini terjadi di Indonesia dan juga saat di bulan puasa. Yang mana sebenarnya mau ada Covid-19 ataupun tidak ada Covid-19, kelompok-kelompok tersebut tetap akan menyerang. Yang mana kelompok tersebut mengatakan bahwa di bulan Romadhon ini apapun amaliyahnya, kelompok tersebut mengatakan bahwa amalnya akan berlipat-lipat.
“Dan mereka menganggap bahwa itu pahalanya akan berlipat-lipat. Ada Covid apapun tidak ada Covid sebenarnya di bulan Ramadan mereka akan tetap melakukan penyerangan. Tetapi ketika ada Covid maka ada perintah langsung baik itu dari kelompok Al-qaidah maupun dari kelompok ISIS hendaklah melakukan penyerangan dimanapun kalian berada,” katanya menjelaskan.
Dan hal itu menurut alumni Sekolah Perwira Militer Sukarela (Sepamilsuk) ABRI tahun 1989 ini sudah dibuktikan dengan adanya penangkapan penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Terlihat penangkapan pada anggal 25 Maret di Batang Jawa Tengah ditangkap sekitar 6 orang.
“Dan hasil dari penangkapan itu ketika di introgasi memang mereka menginginkan menyerang kelompok tertentu etnis tertentu dianggap oleh mereka adalah thogut ataupun Anshor thogut. Nah ini yang mereka lakukan,” ujarnya
Tidak hanya itu. Menurutnya di bulan April tpada anggal 11 juga terjadi penangkapan di Maluku. Lalu pada 13 April terjadi juga penangkapan di Sulawesi Tenggara. Kemudian 23 April yang agak besar itu ada penangkapan di Surabaya bahkan ada senjata yang diamankan. Lalu kemudian pada 30 April demikian juga di Banten, kemudian 12 Mei di Tasikmalaya, kemudian 20 Mei ditangkap di Batang lagi dan yang teralhir ada penyerangan di Polsek Daha Selatan, Polres Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan
“Dimana mereka melakukan penyerangan seorang diri terhadap anggota polisi yang kemudian anggota polisiini dibunuh dengan cara menggunakan pedang dan meninggal di lokasi kejadian.Jadi ada Covid ataupun tidak, mereka akan tetap melakukan hal seperti itu,” ujannya.
Lebih lanjut alumni Teknik Kimia ITS ini menjelaskan bahwa dalam kasus tersebut bahwa pelaku tersebut terindentifikasi lulus dari sebuah pondok pesantren yang kemudian terkontaminasi paham-paham tersebut melalui media-media sosial yang kemudian melakukan Amaliah seperti ini dengan sudah meninggalkan wasiat kepada orang tuanya.
“Kemudian di tulisan-tulisan mereka ini memang ingin menyerang thogut dan mengajak kepada semua teman-temannya untuk melakukan seperti yang mereka lakukan. Jadi ini sebuah contoh yang kita hadapi saat ini baik itu anak-anak muda maupun orang perempuan atau laki-laki mereka akan mengajak seperti ini,” katanya menjelaskan..
Dari penyerangan penyerangan ini memang kelompoknya da yang berafiliasi kepada Jamaah Islamiyah (JI) dan ada juga yang berafiliasi kepada Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bahkan ada juga yang dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
“Intinya tiga kelompok besar itu yang berafiliasi kepada Al-Qaidah maupun kepada ISIS. Meskipun kita tahu ISIS di Timur Tengah sudah habis, namun di masing-masing negara ISIS ini masih ada dan tetap jalan, seperti yang terjadi di Kalimanan Selatan tersebut,” ujarnya..
Untuk itulah dirinya meminta seluruh elemen masyarakat untuk selalu mewaspadai hal tersebut mengingat kelompok-kelompok tersebut bisanya sudah memiliki jadwal untuk melakukan penyerangan. Lebih lanjut Brigjen Pol Hami memberikan beberapa contoh momentum yang biasanya dimanfaatkan oleh kelompok teror tersebut untuk melakukan aksu penyerangan seperti Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus.
Nanti setelah Agustus berakhir akan ada yang namanya 25 Desember yakni Hari Natal yang mana ada kaitannya dengan kafir yang disebutkan oleh kelompok teror tersebut. Lalu setelah itu ada lagi 1 Januari sebelumnya namanya malam tahun baru.
“Itu berulang terus seperti ini. Jadwal mereka seperti itu. Mereka biasanya akan menyerang disitu. Ingat waktu bom di Surabaya yang terjadi pada bulan Ramadan. Polrestabes di Solo juga bulan Ramadan. Teman aparat biasanya mulai bulan bulan seperti ini sudah siap-siap dengan melakukan pemantaua dimana-mana. Karena mereka akan menyerang itu. Inilah yang kami minta kepada semua masyarakat untuk selalu waspada,” katanya mengingatkan.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, awalnya narasi narasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok tersebut di media sosial antara lain bahwa Covid ini adalah azab awalnya ini adalah azab buat orang yang kafir dan seterusnya. Namun ketika negara-negara Muslim lainnya juga mengalami hal seperti ini maka kelompok tersebut menurunkan tensinya dengan tidak mengatakan seperti itu.
“Bahkan sekarang saja di Arab Saudi juga terjadi. Di Indonesia yang mayoritas orang muslim juga terjadi seperti ini. Karena seperti itu narasi yang dilontarkan bahwa ini adalah diarahkan kepada umat Islam itu tensinya mulai agak turun. Tapi yang terjadi adalah provokasi provokasi,” ujarnya menjelaskan.
Lalu kemudian soal narasi bahwa komunisme ini menurutnya juga harus diwaspadai . Hal ini perlu dilakukan karena jika melihat sejarah di tahun 80 90-an ada orang yang pergi ke Afghanistan saat itu isu yang ditengahkan saat itu adalah isu komunisme. Karena Afghanistan berperang dengan Uni Soviet itu adalah isu komunisme.
“Tapi ketika ISIS itu isunya berbeda lagi yang mana adalah Al-Maqhatul Kubro yakni yang sering disebut sebagai perang akhir zaman. Ketika ISIS mulai memproklamirkan diri di tahun 2014 sebelumnya di tahun 2012-2013 di media sosialnya mereka isunya adalah akan ada perang akhir zaman di Suriah dan Irak sana,” katanya.
Hal inilah menurutnya yang berakibat orang-orang pada berbondong-bondong pergi ke sana. Intinya adalah nanti akan ada perang di sana,. “Mereka mengatakan bahwa ‘Barang siapa yang ikut perang di sana akan menjadi pasukannya Imam Mahdi kalau mati di sana dan Jihad di sana maka akan masuk surga,” ujarnya menjelaskan.
Brigjen Hamli mengatakan bahwa dari hasil survei ataupun riset yang dilakukan berbagai lembaga termasuk hasil dari berbagai komunitas intelijen di Indonesia. Yang mana kelompok tersebut sudah mencoba masuk di tiga tempat. Pertama, melalui dunia pendidikan, kedua, dunia pesantren, dan yang ketiga di masjid-masjid.
“Di dunia pendidikan ini luar biasa masuknya. Oleh sebab itu kita melakukannya upaya pencegahan melalui dunia pendidikan. Karena pendidikan ini nanti outputnya itu adalah tokoh-tokoh . karena kita tahu tokoh-tokohnya dari kelompok tersebut kebanyakan adalah orang-orang yang memiliki intelektual yang lebih dari cukup,” ujanrya.
Di bidang pendidikan ini menurutbya, MATAN ini menjadi salah satu yang telah didorong sejak 2 tahun lalu untuk menangkal hal-hal seperti itu. dengan wawasan Keagamaan. “Wawasan keagamaan ini harus kita adakan lebih dalam di dunia pendidikan ini,” katanya.
Lalu berikutnya adalah wawasan kebangsaan yang mana dirinya perlu adanya bantuan dari para ulama dan juga perlu bantuan dari mahasiswa Hal inilah yang harus di propagandakan agar jangan sampai anak-anak ini masuk ke kelompok-kelompok tersebut.
“Terutama wawasan kebangsaan . Wawasan sosial politik juga harus kita berikan. Di BNPT kita punya Duta damai dunia maya yang kita rekrut dari mereka yang suka aktif di media sosial. . Dari 13 provinsi mereka itu yang melakukan counter counter oleh sebab itu mantan juga sudah mulai,” ujanrya
Di BNPT sendiri menurutnya selama ini juga sudah memberikan penekanan terhadap melakukan kegiatan upacara. “Melalui kerjasama dengan BPIP upacara bendera ini harus dilakukan kembali. Supaya anak-anak ini tahu Pancasila. Kalau sekang ini saja kadang juga tidak tahu Pancasila,” katanya.
Untuk itulah dirinya mendorong MATAN untuk terus berpatisipasi melakukan upaya pencegahan paham radikal tersebut di masyarkat untuamnya melalui lembaga pendidikan agar tidak mudah termakan propaganda paham radikal terorisme.
“Kalau teman-teman MATAN ini sudah ada anti virusnya, mungkin agak sulit terpengaruh. Nah anti-virus ini harus disebarkan kepada orang lain supaya anti-virus ini bisa menangkal atau mencegah orang untuk ikut ke kelompok-kelompok mereka ini,” ujanrya mengakhiri.
Selain dirinya, acara dialog yang diikutii lebih dari 100 anggota MATAN dari berbagai wilayah di Indonesia ini juga menghadirkan narasumber lain yakni Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Waka BIN yang juga mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH As’ad Said Ali. Selain itu ada pula Ketua Pengurus Wilayah MATAN DKI Jakarta Dr. KH. Ali M. Abdillah, MA, Sektretis Satgas Covid-19 Majelis Ulama Indonesia/MUI, KH. Cholil Nafis, Ph.D dan mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdatur Ulama/ISNU Dr. KH. Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum.