Baghdad – Pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi tewas dalam sebuah serangan udara pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS), 26 Oktober 2019 lalu. Sempat mengalami kekosongan pemimpin, ISIS akhirnya dikabarkan telah memiliki pempimpin baru memiliki nama asli Abdullah Qurdash alias Amir Mohamed Saied Abdulrahhman atau dipanggil Haji Abdullah.
Namun sudah tahun Haji Abdullah naik takhta, tapi sampai kini keberadaannya masih misterus. Wartawan BBC Arab, Feras Kilani, selama berpekan-pekan melakukan perjalanan di Irak untuk mengetahui lebih jauh tentang pengganti Abu Bakar al Baghdadi tersebut.
ISIS saat berjaya menguasai wilayah luas yang membentang dari Suriah ke Irak. Sejumlah kota besar seperti Raqqa (Suriah) dan Mosul (Irak) berada dalam kekuasaan kelompok teroris ini. dunia terkejut melihat foto-foto yang muncul dari wilayah yang mereka sebut kekhalifahan itu.
Pada Maret 2019, wilayah kekuasaan ISIS menjadi puing-puing. Pemimpin mereka, Abu Bakar al Baghdadi, tewas dalam serangan militer dan ISIS terpojok di satu wilayah kecil, Baghuz, di tepi Sungai Efrat. Namun, saat itu, rencana rahasia telah dijalankan untuk menunjuk pemimpin baru.
“Ya betul, inilah Abdullah Qurdash atau nama lainnya Amir Mohamed Saied Abdulrahhman,” kata Salem, seorang tahanan ISIS yang diciduk intelijen Irak.
Salem menunjuk ke foto yang dibawa Feras Kilani, wartawan BBC Arab. “Tetapi ia tampak berbeda di foto ini, jangkutnya tebal,” kata Salem.
Pemimpin baru ISIS ini lahir di Al Mehalabiya, sekitar 35 kilometer dari Mosul, kota kedua terbesar kedua di Irak. Ia berasal dari keluarga terpandang.
“Ayahnya dulu menjadi muazin di salah satu dari dua masjid di sini. Dan ayahnya memiliki dua istri,” kata komandan itu.
Keluarga ini memiliki 17 anak dan Abdullah, salah seorang di antaranya, lahir pada 1976. Warga daerah itu masih mengingat mereka sebagai keluarga yang dihormati. Namun, Abdullah disebut menjadi radikal karena pengaruh kelompok-kelompok setempat.
“Kawasan ini sangat terpencil. Al-Qaeda berkembang di Irak pada 2003. Pendukungnya cukup banyak,” kata Abdul Rahman al Dawla, Wali Kota Al Mehalabiya.
“Sebagian besar pemimpin militer ISIS berasal dari daerah ini, khususnya di dekat Tala’far,” tambahnya.
Namun pada 2003, saat pasukan yang dipimpin AS menyerang Irak, Abdullah telah ikut bergabung dengan kelompok teroris yang lebih kecil. Seperti yang lain, ia meninggalkan kelompok itu dan bergabung dengan operasi yang lebih besar bersama Al-Qaeda.
Keterlibatan Abdullah dengan kelompok-kelompok ekstrem menjadikannya anggota yang terkenal. Namun pada 2008, Amerika menahannya di Penjara Bucca. Selama berbulan-bulan ia diinterogasi oleh pasukan Amerika. Mereka mengatakan Abdullah memberikan informasi tentang puluhan anggota organisasi itu. Namun informasi ini belum dapat diverifikasi oleh BBC. Pada 2010, tiba-tiba Abdullah dibebaskan.
Bergabung dengan ISIS setelah dibebaskan dari penjara, Abdullah langsung bergabung dengan Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin ISIS saat itu. “Ia menjadi anggota senior organisasi itu di Provinsi Nineveh,” kata Kolonel Ahmad.
“Tak diragukan lagi, ia menjadi salah satu pemimpin yang menonjol dan sangat dekat dengan Al-Baghdadi,” tambahnya.
Pada Mei 2012, Abdullah mendapatkan identitas baru. Penampilannya sedikit berbeda. Saat itu, sejumlah besar pasukan AS telah ditarik dari Irak, sehingga ISIS kembali memperkuat jaringan.
Dengan pemerintahan Irak yang lemah, kelompok itu mulai menguat. Seorang mantan anggota ISIS, yang saat ini menjadi informan, memastikan kepada BBC yang menunjukkan foto, bahwa itulah Abdullah, pemimpin baru organisasi itu. Informan ini mengklaim pernah bertemu beberapa kali.
“Iya, itu dia. Ia sangat ekstrem dalam sejumlah isu. Secara umum, ia tidak percaya pada siapapun, kecuali orang dekatnya,” katanya.
“Yang saya perhatikan adalah ia tak begitu pintar. Ia tak mampu berpidato seperti Al-Baghdadi yang pernah berpidato tanpa kertas di tangannya. Saya rasa Abdullah tak bisa seperti itu.”
ISIS menguasai kota Sinjar pada 2014, kekejaman Abdullah dan pengaruhnya mulai terlihat. Mereka membunuh ribuan warga minoritas Yazidi. Tetapi pertanyaan apa yang perlu dilakukan dengan perempuan Yazidi memecah ISIS. Berdasarkan pemahaman mereka, sebagian ingin memperbudak perempuan.
Salem al Jubouri menyaksikan sengketa dalam organisasi itu. Ia dekat dengan Al-Baghdadi. “Terkait penahanan perempuan Yazidi, pendapat salah seorang syekh, Abu Ali al Anbari, adalah melarang perbudakan, karena saat itu kami baru pada tahapan awal menerapkan syariat,” katanya. Namun, Abdullah tetap berkeras menjadikan perempuan budak.
Salem mengatakan saat itu Abdullah mengatakan, “Sepanjang ini bagian dari agama, maka akan kita laksanakan berdasarkan ajaran.”
Berbagai anggota kelompok hak asasi mengeklaim sekitar 7.000 perempuan ditahan dan dijadikan budak oleh ISIS. PBB menyebut kejahatan itu seperti layaknya genosida. Ketika ISIS mulai melakukan kebrutalan di sejumlah kota besar di Irak seperti Erbin dan Baghdad, mulailah dunia internasional bertindak.
Pengeboman dilakukan dan banyak pemimpin ISIS tewas, sehingga naiklah Abdullah ke rantai atas komando. Ia menjadi orang terpenting di lingkaran Al-Bahdadi dan banyak yang memburunya, menurut para saksi mata.
“Ia hampir terbunuh dalam satu insiden,” kata para saksi mata. “Dia menjadi sasaran drone Amerika, dan ia terluka. Kakinya diamputasi dan ia berada di rumah sakit selama empat bulan lebih sampai sembuh.”
Pada 2017, saat kota kedua di Irak yang dikuasai ISIS jatuh, mulailah era berakhirnya kelompok ini.
“Jelas bahwa Al-Baghadi mengetahui bahwa kami akan kehilangan wilayah kekuasaan kami. Jadi, ia mempersiapkan kami untuk kembali ke wilayah tempat ISIS dideklarasikan,” kata Salem.
Pada Oktober 2017, Al-Baghdadi dan Abdullah pindah ke kota Al Bukamal, Suriah. Di kota ini, mereka hampir meninggal akibat serangan udara. “Pesawat jet menggempur Al Bukamal. Syekh Abdullah mengalami luka ringan, namun pengawalnya tewas. Abdullah terkena pecahan bom, dan dibawa ke rumah sakit,” kenang Salem.
Di tengah gempuran konstan ini, ISIS menarik diri ke kota kecil Suriah, Baghouz. Di sinilah, ribuan milisi ISIS dan keluarga mereka menyerahkan diri pada 2019.
Al-Baghdadi muncul dalam rekaman video beberapa bulan kemudian dari tempat rahasia di Idlib, Suriah bagian utara. Abdullah diyakini adalah satu dari tiga orang yang tampil bersamanya dengan wajah disamarkan. Saat itu, Abdullah telah disiapkan menjadi calon pemimpin.
Pada 26 Oktober, 2019, Abu Bakar Al-Baghdadi tewas dalam serangan Amerika, sehingga Abdullah naik menjadi pemimpin. Di sinilah jejak Abdullah hilang.
Badan intelijen Irak mengatakan ia bersembunyi di Suriah utara, kemungkinan di wilayah yang dikuasai oleh pasukan Kurdi. Ia diperkirakan bekerja bersama sejumlah pemimpin Irak untuk membangun kembali organisasinya, dengan menggunakan sentimen ketidakadilan di antara populasi Sunni di Irak dan Suriah. Proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun. Mungkin terlalu lama bagi seorang khalifah tanpa kekhalifahan.