Mojokerto – Setelah masa hukumannya habis, seorang narapidana terorisme (napiter) bernama Fadli Bin Syarifudin alias Muis (28), menghirup udara bebas setelah menjalani masa hukuman satu setengah bulan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Kota Mojokerto, Jawa Timur (Jatim) Napiter yang terkait kasus kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu, diterbangkan ke kampung halamannya di Kelurahan Kalosi, Alla, Enrengkang, Sulawersi Selatan (Sulsel).
Secara sembunyi-sembunyi, Fadli melewati pintu belakang Lapas dan diantar Kepala Pengamanan Lapas, Wibowo Kristiyana dan dikawal tiga anggota Satintelkam Polres Mojokerto Kota ke Bandara Juanda, Surabaya untuk diterbangkan ke Makassar, Kamis (12/10/2017) malam. Dia dikeluarkan dari pintu belakang Lapas dengan naik mobil Daihatsu Taruna warna merah guna mengantisipasi kemungkinan dikeroyok seperti kejadian di Lapas Kelas II-A Pamekasan, Madura.
Fadli pernah dikeroyok napi umum saat bitahan di Lapas Klas II-A Pamekasan, Madura, Jatim pada Agustus lalu. Di samping Fadli, napiter yang dikeroyok napi lainnya, adalah Agung Fauzi alias Lukman alias Junaidi alias Junet (30) yang harus menjalani perawatan di IRD RSU DR Soetomo Surabaya. Supiyanto alias Yusuf alias Kentung alias Ndut (31), Akhmad Husni alias Farel bin Jumar (25), dan M Ikhsan alias Jendol alias Indra.
“Masa hukumannya sudah berakhir. Dia sebelumnya pernah menjalani hukuman di Lapas Klas IA Surabaya di Porong Sidoarjo selama tiga tahun dan Lapas Klas IIA Pamekasan selama beberapa tahun. Dia dipindah ke Mojokerto, Rabu (30/8/2017) karena terlibat aksi bentrokan dengan napi narkoba di dalam Lapas Pamekasan beberapa waktu lalu,” kata Kepala Lapas Mojokerto, Muhammad Hanafi, Jumat (13/10/2017).
Sementara Kadiv Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jatim, Harun Sulianto, ketika bertandang ke Lapas Mojokerto menjelaskan, ada sekitar 30 orang napiter yang menjalani hukuman di sejumlah lapas di Jatim. Selain menggandeng pesantren untuk deradikalisasi, Kanwil Kemenkum HAM Jatim juga menggunakan pendekatan keluarga. Jumlah napi teroris itu akan terus berkurang karena mereka sudah habis menjalani masa hukumannya.
Dari hasil observasi terhadap para napiter, mereka cukup kooperatif, tak ada yang ideolog, karena mereka pada umumnya hanya pengikut (folower) yang asal ikut-ikutan. Itu dibuktikan dengan vonis hukumannya antara lima hingga enam tahun. Jika ideolog, dipastikan hukumannya di atas 10 tahun. Tugas menderadikalisasi puluhan napi teroris itu, bukan perkara mudah. Pihaknya menggandeng BNPT, Densus 88, pesantren, dan para pemerhati terorisme untuk melakukannya.
Sedangkan tugas institusinya, adalah membuat orang yang melanggar hukum itu bisa menjadi orang baik, berguna selama di lapas dan memberikan kontribusi positif setelah bebas. Untuk mencapai hasil tersebut, tambah Harun, pihaknya melakukan beberapa pendekatan khusus terhadap para napi teroris. Salah satunya pendekatan cara kekeluargaan. Ini cara lain di luar psikis dan mental serta kerohanian, juga ada program pembinaan dari Densus dan BNPT melalui anggota keluarganya