Banda Aceh – Mantan teroris di kamp pelatihan di Jalin, Jantho, Aceh, Yudi Zulfahri, membeberkan penyebab seseorang menjadi radikal. Kelompok radikalisme ini muncul karena mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan realitas sekarang.
“Radikalisme atau ekstremisme ini adalah orang yang memahami agama secara ini monotafsir, cuma satu tafsir dia pakai terus dia menjadi pribadi yang intoleran, semua orang dianggap salah dan sesat di luar dia,” kata Yudi kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (6/11).
Yudi diundang menjadi pemateri dalam seminar yang digelar Kesbangpol Aceh di Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Lampineung, Banda Aceh. Dia berbicara soal Pancasila. Yudi bersama eks teroris Jalin yang sudah ‘insaf’ kini membentuk Yayasan Jalin Perdamaian dan dia menjabat direktur.
Menurut Yudi, seseorang yang memahami agama secara monotafsir ini kemudian suka memvonis orang lain salah. Orang yang bertentangan dengannya dianggap kafir. Orang yang suka mengkafir-kafirkan orang ini disebut takfiri.
Setelah itu, dia menyebutkan, seseorang yang terpapar paham radikal naik ke level kekerasan. Orang yang dianggap musuh atau kafir dijadikan sasaran teror.
“Tujuan mereka (kelompok radikal) ingin membentuk negara baru sesuai visi mereka negara Islam total. Mereka tidak bisa menerima konsep negara kayak konsensus seperti sekarang,” jelas pria yang divonis sembilan tahun dalam kasus terorisme ini.
Yudi menyebut kelompok radikal tersebut juga menolak beberapa sistem, termasuk syariat Islam yang berlaku di Aceh. Para kelompok ini ingin membentuk negara seperti masa khilafah.
“Nah ketidakmampuan mereka menyesuaikan diri dengan realitas itu sebenarnya kelompok radikal,” bebernya.
“Dia punya satu bayangan histori masa lalu ‘wah, dulu Islam pernah berjaya segala macam,’ dia dapatkan realitas sekarang seperti ini, dia tidak bisa menyesuaikan diri akhirnya dia berontak, buat perlawanan. Itu orang-orang yang gagal menyesuaikan imajinasinya dengan realitas hari ini,” ungkap lulusan STPDN ini.
Yudi, yang pernah belajar pada Aman Abdurrahman, mengaku saat bergabung dengan kelompok Jalin pada 2010 karena terpapar paham serupa. Kelompok teroris yang dia gabung, sebutnya, merupakan babak baru terorisme di Indonesia.
Beberapa nama besar yang pernah terlibat dalam kelompok Jalin Perdamaian, yaitu Dulmatin, Sofyan Tsauri. Menurutnya, kasus terorisme yang terjadi di Indonesia belakangan ini sebagian besar berkaitan dengan Jalin.
“Peralihan dari era al-Qaeda Noordin M Top ke ISIS itu diawali di Jalin Perdamaian. Semua kelompok-kelompok itu bersatu di pelatihan itu, ketika pelatihan itu gagal menyebar lagi sehingga melakukan aksi sendiri-sendiri. Jadi di mana pun (teror) sekarang tetap terkait ke Jalin,” bebernya.
Nah, untuk mengatasi kemunculan kelompok radikal dan ekstremis ini, Yudi menyarankan agar pemerintah melibatkan semua pihak, termasuk eks teroris. Selain itu, pemerintah harus memperhatikan masyarakat kecil yang terindikasi terpapar ideologi radikalisme.
“Generasi Jalin Perdamaian dulu pemikirannya seperti itu juga. Makanya kita paham bagaimana cara menyentuh mereka yang sebenarnya gitu. Proses kita keluar dari situ kan kita alami sendiri jadi cara menyentuh mereka kita tahu dan itu butuh proses,” tandasnya.