Jakarta – Seorang mantan narapidana kasus terorisme (napiter) mengakui
manfaat dari program deradikalisasi. Walaupun muncul anggapan program
deradikalisasi kerap dikatakan gagal, tapi tidak sedikit mantan
narapidana terorisme (napiter) yang merasakan manfaatnya. Salah
satunya mantan napiter asal Pontianak, Kalimantan Barat, yang banyak
merasakan manfaat deradikalisasi bagi kehidupannya. Salim Salyo (42
tahun), begitu biasa disapa, merupakan eks napiter asal Pontianak yang
pernah ditahan selama 3 tahun (2019-2022) lantaran ingin merampok
sebuah bank di Surabaya, Jawa Timur, untuk merakit bom dan membeli
senjata api, yang kemudian akan dikirim kepada kelompok teroris
Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.
Dia menjalani program deradikalisasi saat masih menjadi warga binaan
Lembaga Pemasyarakatan Khusus Terorisme (Lapsuster) di Lapas Kelas II
B Sentul. Saat itu dia mengikuti pelatihan kerja di Balai Latihan
Kerja Pusat Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT).
Salim mengungkapkan, pelatihan yang ia ikuti dilaksanakan berdampingan
dengan kegiatan deradikalisasi lainnya yang bertujuan untuk
menghilangkan pemahaman radikal para napiter.
“Di pelatihan itu, saya dan napiter lainnya diminta untuk memilih apa
yang jadi minat kami masing-masing. Ada yang tertarik jadi montir,
penjahit, dan lainnya. Karena saya basic-nya tukang bangunan, saya
ambil pelatihan kayu atau mebel. Dari situ saya punya cita-cita mau
buka usaha mebel kalau sudah bebas,” kata Salim dikutip dari VIVA,
Selasa (23/7/2024).
Menurut Salim, banyak ilmu dari pelatihan yang didapatkan saat ia
menjalani masa tahanan, di antaranya pengetahuan dan pemahaman
mengenai kelebihan dan kekurangan berbagai jenis kayu.
“Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dari pelatihan itu. Apalagi
sebelumnya saya tidak pernah mengetahui ilmu-ilmu yang diajarkan dalam
pelatihan tersebut. Salah satunya saya diajarkan mengenai kelebihan
dan kekurangan setiap jenis kayu serta penggunaan lem yang tepat untuk
setiap jenis kayu,” ujar Salim.
Salim mengatakan ia sangat tertarik mengikuti pelatihan kayu. Ia rutin
mengikuti pelatihan kayu selama sekitar 1,5 tahun. Kegiatannya
berlangsung 4 kali dalam sepekan, yakni setiap Senin-Kamis mulai pukul
9 pagi hingga 3 sore.
Didampingi instruktur atau trainer, Salim mengasah kemampuannya
sebagai tukang kayu dalam pelatihan tersebut. Misalnya, ia diajarkan
cara membuat lemari, meja, atau kursi, bahkan miniatur yang berbahan
dasar kayu.
Lebih lanjut, Salim merasa bersyukur memanfaatkan program
deradikalisasi sehingga ketika ia bebas bisa mengimplementasikan
ilmu-ilmu yang ia dapat untuk merintis sebuah usaha. “Alhamdulillah
ketika saya bebas, ilmu-ilmu itu menjadi bekal untuk merintis usaha
mebel,” ucap dia.
“Saya terapkan semua yang saya pelajari selama ikut pelatihan di BNPT.
Saya tidak mau menyia-nyiakan ilmu yang sudah saya dapatkan dari
pelatihan itu. Alhamdulillah ilmu itu semua sangat membantu sekali
ketika saya membuka usaha mebel,” imbh Salim lagi.
Kini usaha mebel Salim tengah berkembang pesat, meski hanya dijalankan
dari rumahnya yang merangkap bengkel kayu di Pontianak. Pesanan datang
dari dalam, bahkan luar kota Pontianak. Produk yang banyak dipesan
oleh konsumen antara lain backdrop, partisi, lemari, dan kitchen set.
Salim pun bisa mempekerjakan 2-6 orang karyawan untuk membantu
usahanya. Jumlah karyawan itu tergantung dari banyaknya pesanan yang
datang. “Harapan saya ke depan mudah-mudahan bisa punya toko mebel
sendiri,” harap Salim