Jakarta – Indonesia sejatinya adalah negara yang plural berdasarkan ideologi Pancasila. Namun, dalam sejarahnya kerap ada ideologi impor dan transnasional diinfiltrasi untuk menggoyahkan pilar bernegara ini mulai dari liberalisme, komunisme hingga khilafah. Tidak ada satupun yang bisa ditolerir karena komitmen kebangsaan adalah menjaga Pancasila dari ancaman ideologi apapun.
Ketua Mahkamah Konstitusi keempat periode 2013-2015 Dr. Hamdan Zoelva, SH, MH, mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang plural, dimana terdiri dari berbagai agama, suku bangsa dan etnik yang berbeda-beda. Karena perbedaan-perbedaan itu, maka untuk mempersatukannya para fouding fathers kita telah menyepakati Pancasila inilah dasar negara yang diterima oleh semua pihak, semua etnik, semua suku.
“Jadi prinsip penting dalam meningkatkan segala perbedaan-perbedaan paham itu, maka kita keluarga besar bangsa Indonesia harus duduk bersama, membicarakan masalah bersama seperti sebuah keluarga dalam satu rumah. Jadi itlah hakekat Pancasila sebenarnya. Kita berada dalam satu rumah dengan nilai-nilai dasar yang sama, ada perbedaan, tapi kita menyepakati hal-hal yang umum. Ini sebagai muara untuk menyelesaikan segala perbedaan itu,” ujar Dr. Hamdan Zoelva di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Karenanya menurut Hamdan setiap penyimpangan dari falsafah bangsa ini pasti akan ditolak. Karena sejarah sudah membuktikan bahwa betapa Pancasila ini akan selalu balik ke tengah lagi, baik jika ada yang terlalu ke ‘kanan’ maupun ke ‘kiri’ akan selalu ditarik kembali ke tengah lagi.
“Jadi Pancasila itu mengambil jalan tengah dari semuanya itu. Ide-ide sosialisme ada dalam Pancasila, ide-ide kemanusian yang hak asasi yang liberal ada dalam Pancasila. Tapi ide sosialisme yang materialism anti Tuhan, itu tidak boleh. Karena dia dibatasi oleh sila pertama,Ketuhanan Yang Maha Esa,” tutur pria yang juga Ketua Umum Laznah Tanfidziyah Sarekat Islam itu.
Terkait ide Khilafah dan Negara Islam, Hamdan menyampaikan bahwa pembahasan mengenai hal tersebut sebenarnya sudah final dari dulu perdebatan mengenai hal ini. Karena dalam negara yang berdasarkan Pancasila tidak ada sedikitpun hambatan untuk melaksanakan ajaran dan syariat Islam.
“Perundang-undangan kita sangat diwarnai oleh ajaran dan syariat Islam. Tidak sedikit pun pembatasan untuk menegakkan ajaran Islam di negara Pancasila ini. Karena ada ruang kebebasan untuk kita berdialog dan bermusyawarah untuk memasukkan itu dalam perundang-undangan. Jadi negara kita ini adalah negara yang mengakomodir ajaran-ajaran yang sepanjang itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ucapnya.
Lebih lanjut, Pria kelahiran Bima. 21 Juni 1962 itu mencontohkan negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, nilai-nilai kebersamaan itulah yang diutamakan, tidak saling bermusuhan. Karena itu di Madinah, ada agama Yahudi, Majusi dan sebagainya itu ada kebebasan yang sangat luar biasa. Jadi inilah yang dimuat dalam nilai-nilai Pancasila.
“Jadi kalau kita lihat perspektif sejarah Islam seperti di negara Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad itu sama saja dengan Indonesia ini. Piagam Madinah itu ya seperti halnya Pancasila. Ini adalah kesepakatan dari semua kelompok yang sudah kita terima bersama yang arahnya ini kita ingin membangun Indonesia dalam suasana aman dan damai, dimana semua perbedaan-perbedaan ini kita satukan, dan kita berkompromi dalam dasar-dasar falsafah ideologi negara Pancasila ini,” terang anggota kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bidang hukum itu.
Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan bahwa inti dari Pancasila adalah pengakuan terhadap pluralisme, perbedaan bangsa yang majemuk yang terjadi di berbagai keyakinan agama, etnik, suku dimana kita bisa bersatu dalam falsafah yang sudah disepakati bersama yang dalam istilah-istilah Islam itu dikatakan kalau misalnya di Muhammadiyah diistilah dengan Dahrul Adhi atau Negeri Kesepakatan.
“Jadi kalau saya katakan Negeri ini adalah negeri yang dibangun atas dasar kebersamaan dengan segala perbedaan yang ada, Karena kita harus mengakui ada orang lain yang memiliki keyakinan yang berbeda di Indonesia ini. Di dalam Pancasila pengakuan terhadap Bhinneka Tunggal Ika itu ada disana,” ujar mantan Hakim Konstitusi itu.
Oleh sebab itu Hamdan menyebutkan bahwa mereka yang berpaham mengganti dasar falsafah negara ini dengan model Khilafah adalah mereka yang pemahaman agamanya sempit. Karena mereka memahami hanya dari segi beberapa bagian dari ajaran agama yang tentunya bisa salah dalam menafsirkannya.
“Orang-orang ini beranggapan bahwa model Khilafah itu menurut mereka akan memberikan keselamatan dan kebaikan. Tentu hal itu tidak mungkin, karena model Khilafah ini sudah tidak ada lagi. Dengan merdekannya berbagai bangsa Arab pada abad 20 dalam bentuk negara-negara nasional maka gugur ide itu,” tegas mantan Wakil Ketua Partai Bulan Bintang itu.
Oleh karena itu menurut Hamdan, menghidupkan Khilafah dalam kondisi seperti ini tentunya hal itu bisa membuat perang baru. Dan hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip dasar ajaran Islam. Karnea bagi ajaran Islam itu sebenarnya sepanjang Islam bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya, itulah Darul Islam, itulah Negeri Muslim.
“Maka, saya kira Pemerintah harus terus-menerus mensosialisasikan bahwa negeri ini adalah negeri yang memberikan ruang. Karena sebenarnya inikan ada kekecewaan bahwa seperti tidak terakomodir di negeri ini sehingga hendak membentuk suatu negara yang berdasarkan yang lain. Nah ini problem yang muncul,” ucap peraih Doktoral bidang Ilmu Hukum Tata Negara dari Universitas Padjajaran ini.
Jadi Hamdan menyampaikan perlu ada kesadaran penuh dari semua tokoh bahwa Pancasila ini adalah kesepakatan bersama para founding fathers. Apapun problem yang tentunya harus bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah sebagai satu keluarga besar maupun sebagai sebuah rumah di Indonesia ini yang aturan-aturan pokoknya sudah ada.
“Saya kira itulah prinsip dasar yang harus selalu kita pegang teguh. Dan para tokoh ini harus berpegang teguh bahwa kita berada dalam satu rumah bersama yaitu rumah Indonesia. Dan kalaupun ada hal-hal yang berbeda, maka ayo kita bermusyawarah, berdialog sebagai satu keluarga besar. Karena tanpa kebersamaan, maka kita akan terkalahkan oleh bangsa-bangsa lain dalam pertarungan dunia,” ujarnya mengakhiri.