Mantan Anggota NII Sebut Wajib Setor Rp 14 Miliar per Bulan ke ‘Ibu Kota’

Jakarta – Gerakan dari kelompok Negara Islam Indonesia ( NII ) sempat ramai perbincangkan. Bahkan, kelompok yang mengatasnamankan dirinya anggota NII saat itu cukup aktif merekrut warga agar bergabung bersama mereka.

Tak hanya itu, warga yang sudah bergabung menjadi anggota NII akan didokrin dan dicuci otaknya oleh mereka.

Mantan anggota NII, Ken Setiawan menceritakan kisahnya ketika ia masih bergabung menjadi bagian anggota NII.

Melansir Wikipedia, Negara Islam Indonesia atau disingkat NII juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI yang artinya adalah “Rumah Islam” adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia.

Ini dimulai pada 7 Agustus 1949 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim radikal, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Baca juga : Sebulan Jelang Natal & Tahun Baru, Polri tangkap 21 Terduga Teroris

Ken Setiawan menuturkan, ia masuk menjadi angggota NII pada awal tahun 2000. Saat itu, Ken datang ke Jakarta untuk mengikuti lomba, namun ia tidak ikut lomba sebab bertemu seorang temannya dan dipengaruhi untuk masuk menjadi anggota NII.

“Awal tahun 2000 saya ke Jakarta untuk ikut lomba silat, disitu saya ketemu teman saya yang sudah masuk NII, kita ngobrol dan akhirnya saya membatalkan lomba karate untuk ikut NII,” kata Ken, seperti dikutip TribunSolo.com.

Ia menjelaskan, ciri-ciri orang yang sudah masuk anggota NII akan adanya perubahan perilaku seperti sering meminta uang kepada orang tuanya, menjual benda berharganya, membohongi orang tuanya supaya mendapat uang, pulang malam karena harus mengikuti bimbingan dari NII, dan susah dihubungi.

Ken menjelaskan, untuk mengubah ideologi bangsa ini membutuhkan banyak uang, yang mana setiap tingkatan akan mensetorkan sejumlah uang ke ‘Ibu Kota’.

Ibu kota yang dimaksud bukanlah ibu kota Republik Indonesia di Jakarta, melainkan Ibu Kota NII di Indramayu, Jawa Barat.

“Kalau saya dulu, setiap bulan harus setor sebesar Rp 14 Millyar ke Ibu Kota, jadi untuk bisa target uang segitu kami menghalalkan harta orang kafir,” terang Ken.

Seiring berjalannya waktu, Ken mulai melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada di dalam NII.

“NII kan mengkafirkan orang di luar anggota mereka, jadi banyak orang yang hamil di luar nikah atau menikah tanpa mendapat restu orang tuanya,” terang Ken.

Ken, kembali mewanti-wanti pada pemuda dan para orang tua, agar tetap waspada akan faham faham baru. Karena saat ini ada pula metode memasukkan doktrin radikalisme dengan topeng Pancasila, kegiatan kemanusiaan atau gerakan sosial lain.

“Kini banyak kelompok yang berkedok nasionalisme, mereka seolah pro terhadap Pancasila, padahal mereka ingin menggulingkan Pancasila, ini yang harus diwaspadai,” imbuhnya.

Kuncinya adalah dialog dan saling toleransi. “Sekalian intoleransi masuk itu jadi pintu paham radikal masuk,” tegasnya.