Surabaya – Mantan Napi Teroris (Napiter) sekaligus mantan anggota ISIS di Suriah, Wildan mengungkapkan bahwa harusnya masyarakat Indonesia bersyukur dengan keadaan seperti ini dengan kehidupan toleransi dan tidak dalam suasana perang.
“Dengan Pemerintah menjamin warganya bebas beribadah, mestinya harus disyukuri. Saya merasakan sendiri kehidupan Suriah yang terus dilanda perang,” kata Wildan menjadi narasumber webinar nasional bertajuk ‘Menjernihkan Hati, Melawan Radikalisme’ yang digelar Pusat Pembinaan Ideologi (PPI) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada Jumat (30/4/2021) dikutip dari laman Jatimnow.
Wildan pernah menjalani masa hukuman 3 tahun 6 bulan. Namun kini dia sudah jadi mitra pemerintah setelah menjalani proses deradikalisasi. Alumni perguruan tinggi swasta di Malang juga memaparkan perbedaan yang dia lakukan untuk pergi ke Suriah dengan fenomena terkait radikalisasi yang terjadi di Indonesia.
“Kalau di Indonesia masalah radikal itu muncul sebenarnya cuma ada dua, salah paham atau karena pahamnya yang salah,” tegas Wildan.
“Kalau diriku sendiri dulu pergi ke Suriah karena murni kemanusiaan, di mana rasa empatiku lebih besar dari pada rasa sayang terhadap diriku sendiri,” imbuhnya.
Pria berkacamata ini mengungkapkan bahwa radikalisme bisa masuk dari beberapa faktor, di antaranya pergaulan hingga media sosial.
“Media sosial ini sulit untuk dideteksi. Siapapun dapat terpengaruh, begitupun faktor dengan berkurangnya kontrol orangtua,” ungkap Wildan.
Sementara Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unesa, Prof Dr Bambang Yulianto menuturkan bahwa kampus Unesa sebagai pencetak guru harus bebas dari paparan paham radikalisme.
“Mahasiswa bebas belajar. Namun potensi mahasiswa terpapar paham radikalisme itu tinggi. Kami integrasikan sejumlah mata kuliah dengan deradikalisme,” tutur Bambang.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unesa Prof Dr Darni menambahkan bahwa pihaknya selalu memantau setiap kelompok mahasiswa agar jangan sampai terpapar radikalisme.
Tiga mata kuliah yaitu Pancasila, kewarganegaraan dan agama di Unesa sudah diintegrasikan dengan pencegahan radikalisme.
“Kami bertanggungjawab kepada Dikti juga masyarakat,” ujar Darni.
Webinar itu juga diikuti Dr Muhammad Turhan, akademisi Unesa yang juga Ketua Komisi Pendidikan MUI Jatim dan Prof Syafiq Mughni, mantan Ketua PP Muhammadiyah yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.