Jakarta – Menkopolhukam Mahfud MD menyinggung eksistensi politik
identitas pada Pemilu 2024. Ia menyebut saat ini praktik politik yang
didasarkan pada identitas individu baik suku agama, ras dan agama
sudah berkurang.
Mahfud menilai politik identitas merupakan bagian dari radikalisme dan
punya tiga implikasi. Mahfud menjelaskan politik identitas ini saat
bertemu dengan masyarakat di acara ‘Tabrak Mahfud’ di warung kopi
Ngagel Madya, Gubeng, Surabaya Rabu (10/1/2024).
“Saya akan cerita dulu, politik identitas itu menimbulkan tiga
implikasi. Karena politik identitas itu bagian dari radikalisme. Satu
intoleransi, yang kedua jihadis pengeboman-pengeboman itu lalu yang
ketiga infiltrasi-infiltrasi,” jelas Mahfud.
Mahfud lalu menyebut bahwa selama tahun 2023, aksi-aksi radikalisme
dan pengeboman hampir tak terdengar. Jika pun ada, aksi teror hanya
terjadi dalam skala kecil dan dapat diatasi segera.
Berkurangnya aksi-aksi teror ini, lanjut Mahfud karena penanganan
politik identitas berhasil. Tak hanya para pelaku juga langsung bisa
diamankan sebelum melakukan aksinya.
“Tahun 2022 itu tidak ada bom. Tahun 2023 ada satu di Bandung, hanya
di kantor polsek, kecil-kecilan, orangnya langsung ditangkap. Tapi
sekarang ndak ada bom, artinya itu sudah bisa ditangani politik
identitas yang dalam bentuk kekerasan,” terang Mahfud.
“Banyak yang kita tangkapi, menjelang tahun baru, menjelang natal di
berbagai tempat, ini yang merencanakan, ini yang merencanakan, tercium
semua, diciduk di Jakarta. Jauh lebih baik,” imbunya.
Meski demikian, Mahfud berharap politik identitas benar-benar bisa
dikendalikan menjelang Pemilu 2024. “Nah mudah-mudahan ini bisa
dikendalikan dalam Pemilu kali ini, meskipun politik identitas tidak
ada, tapi trading influence itu harus bersih, bisa memilih kita cukup
ya sudah,” tandas Mahfud.