Jakarta – Mahasiswa harus bisa menjadi benteng Pancasila untuk mereduksi radikalisme di masyarakat. Pasalnya di era disrupsi seperti saat ini, menjadi bagian dari sivitas akademika perguruan tinggi, termasuk mahasiswa, tidaklah mudah. Sebuah kampus berhasil menerapkan tridharma perguruan tinggi sekalipun, tidak otomasti kinerja kampus tersebut dianggap berhasil.
Hal itu ditegaskan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar saat membawakan Orasi Ilmiah dalam proses penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo secara virtual, Senin (2/8/2021). Acara itu bertema “Mahasiswa Zaman Now: Berdaya Saing Tinggi, Aktif Membangun Desa dan Kontra Radikalisme”.
“Dalam kajian berbagai lembaga yang concern pada isu radikalisme, Indonesia masih ditempatkan sebagai negara yang rawan menjadi tempat berseminya benih-benih gerakan radikalisme,” kata Halim Iskandar.
Menurut Mendes, tuntutan terhadap kontribusi perguruan tinggi saat ini sangatlah besar, baik secara internal maupun eksternal. Mahasiswa UIN Walisongo juga dituntut untuk mampu mengantisipasi dinamika eksternal yang dapat berpengaruh terhadap eksistensi kebangsaan.
Diantaranya adalah isu mengenai merebaknya radikalisme dan gerakan-gerakan intoleran yang dapat merongrong eksistensi Pancasila di negeri ini.
Merujuk indeks kerentanan radikalisme, Indonesia masih di level 43,6 atau masih di titik rawan, yaitu pada level 33,3 dari skala 0 (anti-radikalisme sempurna) dan 100 (pro-radikalisme sempurna). Bahkan Indonesia bersama Filipina sudah mendapatkan sebutan sebagai the fore front of al-Qaeda in the Southeast Asia.
Merujuk data dari Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), ungkap Mendes, ada 2,7 juta orang Indonesia terlibat dalam serangkaian serangan teror. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 1 persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan orang-orang yang terindikasi berafiliasi dengan ISIS, jumlahnya mencapai 0,004 persen atau sekitar 1.000 orang.
“Data estimasi BNPT, ada sekitar 10-12 jaringan inti teroris yang saat ini berkembang di Indonesia,” kata Halim Iskandar.
Jaringan inti tersebut kemudian membentuk jaringan sel-sel yang lebih kecil dan lebih banyak lagi. Dan jaringan teroris tersebut sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah, tidak terkecuali di Jawa Tengah.
Yang memperihatinkan, kata Halim Iskandar, jaringan-jaringan radikalisme atau bahkan terorisme tersebut diindikasikan tumbuh subur di kampus-kampus. Artinya, perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat bersemainya rasionalitas, kewarasan nalar, tumbuhnya humanisme dan prinsip-prinsip universalitas HAM, ternyata tidak imun dari praktik-praktik kontra humanisme dan tuna moral semacam terorisme.
Bahkan yang lebih memperihatinkan, jaringan radikalisme di kampus tidak hanya tumbuh subur di kalangan mahasiswa, melainkan juga di level dosen maupun karyawan (tenaga pendidik).
“Saya berharap kampus, khususnya UIN Walisongo, dapat menjadi benteng Pancasila dengan menyusun skema kebijakan yang dapat mereduksi perkembangan radikalisme di tingkatan mahasiswa atau dosen,” katanya.
Gus Halim panggilan karib Mendes, menangkap kesan kuat UIN Walisongo juga menaruh concern terhadap isu tersebut. Olehnya Ia yakin ada komitmen kuat dari segenap sivitas akademika untuk bersinergi memberantas mata rantai penyebaran radikalisme di kampus.
Penuturan berbagai sumber, kata Gus Halim, infiltrasi gerakan-gerakan radikalisme tidak banyak berkembang di UIN Walisongo. Indikasi lainnya adalah, nama UIN Walisongo tidak masuk dalam list yang dibuat oleh BNPT dan Setara Institute mengenai daftar kampus-kampus di Indonesia yang terpapar kuat gerakan radikalisme.
“Bagi saya, fakta tersebut juga bisa disebut sebagai credit point atas pencapaian UIN Walisongo dalam menebarkan paham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang toleran, moderat dan rahmatan lil alamin,” kata Gus Halim.
Doktor Honoris Causa dari UNY ini berharap seorang mahasiswa UIN Walisongo juga harus mencerminkan moderatisme Islam yang telah dipromosikan oleh institusi UIN Walisongo.
“Saya ucapkan selamat dan sukses, jangan menjadi mahasiswa biasa-biasa saja, jadilah mahasiswa luar biasa. Inilah salah satu etape dalam hidup kalian, untuk lebih bermanfaat kepada sesama, menghormati kemanusiaan, menginspirasi bangsa, menggairahkan kebangkitan Desa,” tandas Gus Halim.