Macron Puji Pemimpin Muslim Prancis Tandatangani Piagam Prinsip Sekularisme

Paris – Presiden Emmanuel Macron memuji langkah besar untuk Islam yang tercerahkan di Prancis setelah para pemimpin Muslim menandatangani piagam yang menerima prinsip sekularisme.

Piagam itu dibuat untuk menolak ekstremisme dan menjunjung tinggi keunggulan prinsip-prinsip republik di atas nilai-nilai agama.

Macron telah mendorong penerbitan piagam itu sejak November setelah seorang jihadis memenggal seorang guru sekolah karena mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas. Macron menyebut keputusan para pemimpin Muslim Prancis sebagai langkah yang sangat penting.

“Dan teks (piagam) yang benar-benar mendasar dalam hubungan antara negara dan Islam di Prancis,” katanya, seperti dikutip The Telegraph, Selasa (19/1/2021).

“Segalanya dimulai sekarang,” ujarnya kepada para pemimpin Muslim setelah pertemuan di Istana Elysée saat penandatanganan piagam tersebut.

Namun, hal itu mendapat tanggapan skeptis dari beberapa ulama dan pakar agama. Piagam Prinsip dengan 10 artikel muncul setelah enam minggu pembicaraan di Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM), sebuah badan yang mewakili Islam dalam kaitannya dengan negara.

Negosiasi hampir batal bulan lalu ketika Chems-Eddine Hafiz, wakil ketua dewan, keluar di tengah klaim bahwa anggota dewan Islam menyebarkan kebohongan bahwa piagam itu bertujuan untuk menyerang martabat Muslim yang setia.

Persetujuan atas piagam dipandang sebagai kunci perjuangan Macron untuk menghapus budaya separatisme dalam masyarakat Prancis, yang juga merupakan subjek rancangan undang-undang (RUU) baru yang diperdebatkan di parlemen pada hari Senin.

Pihak Istana Elysée mengatakan piagam tersebut mengakui dua poin politik penting, yaitu penolakan semua pengaruh asing dan penolakan Islam politik di Prancis yang para praktisi didefinisikan sebagai pengikut Salafisme atau Wahhabisme, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Jamaat Tabligh.

Teks-teks dalam piagam tersebut juga menghindari kelompok nasionalis yang terkait dengan Turki. Pemerintahan Macron sebelumnya mengecam Partai Keadilan dan Pembangunan, partainya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, karena ikut campur di Prancis melalui para pengkhotbahnya.