Jakarta – Maarif Institute bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat – Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PPIM – UIN Jakarta) dan United Nation Development Programme (UNDP) Indonesia merilis hasil penelitian radikalisme di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Penelitian itu dilakukan terkait potensi bahaya radikalisme sekaligus daya tahan di tubuh OSIS serta asesmen terhadap kebijakan yang terkait denganya, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Beberapa daerah dijadikan tempat penelitian itu antara lain Padang (Sumatra Barat), Kab. Cirebon dan Kb. Sukabumi (Jawa Barat), Kota Surakarta (Jawa Tengah), Kota Denpasar (Bali), dan Kota Tomohon (Sulawesi Utara).
Direktur Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, ada tiga cara masuknya paham radikal dan Anti-Pancasila di sekolah-sekolah tingkat SMA. Pertama, melalui proses belajar mengajar dimana guru menyisipkan pemahaman radikal dan anti Pancasila melalui pelajaran di kelas.
“Guru yang memasukkan paham radikal tidak terbatas pada guru tertentu, namun dalam temuan justru guru bahasa Indonesia, Inggris dan matematika yang mengajarkan ideologi radikal dan anti Pancasila,” ujar Muhammad Abdullah Darraz di Hotel Century Park, Jakarta, Jumat, (26/12018).
Kedua, lanjutnya, paham radikal dan ideologi anti Pancasila masuk melalui kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan di luar jam sekolah, bisa melalui kursus mata pelajaran matematika. Guru pengajar ekstra kurikuler biasanya juga sering mengadakan pertemuan mingguan dan bulanan dalam rangka mengadakan pengajian tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
Kemudian faktor ketiga paham radikal dan ideologi anti Pancasila masuk melalui program yang dirancang oleh sekolah, berupa kegiatan pengajian yang menghadirkan penceramah atau pembicara dari luar. Ironisnya pihak sekolah tidak paham dengan latar belakang pembicara sehingga kegiatan tersebut dijadikan salah satu pintu masuknya paham radikal dan anti Pancasila di sekolah-sekolah SMA.
“Untuk menghalau paham radikal dan ideologi anti Pancasila harus melibatkan semua pihak, kita tidak bisa membiarkan paham radikal dan ideologi anti Pancasila menggerogoti tunas-tunas bangsa Indonesia,” tegas Darraz.
“Maka untuk melawan paham radikal dan ideologi Anti-Pancasila kita harus menyuburkan semangat kebhinekaan,” tutupnya.