LPSK se-ASEAN Bahas Standar Perlindungan Korban Terorisme

LPSK se-ASEAN Bahas Standar Perlindungan Korban Terorisme

Bali – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar pertemuan antar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban se-Asia Tenggara ke-3 di Kuta, Bali, Rabu (12/9) hingga Kamis (13/9). Dari pertemuan ini, LPSK berharap tersusunnya Standard Operating Procedure (SOP) Jaringan Kerja Sama Perlindungan Saksi dan Korban di negara-negara kawasan Asia Tenggara.

“Tahun ini pertemuan dipilih karena terorisme saat ini dan ke depan menjadi isu penting, yang tidak hanya terjadi di negara-negara tertentu, namun dimungkinkan juga terjadi di negara kawasan Asia Tenggara,” kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di sela acara LPSK di Bali Dynasti Resort, Kuta, Bali, demikian seperti dilansir Detik.com, Rabu (12/9/2019).

Haris juga mengungkapkan, Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah menghadapi serangan terorisme. Beberapa kali serangan terorisme terjadi negeri ini. Salah satunya di Bali pada tahun 2003, bom Thamrin dan Kampung Melayu di Jakarta dan tempat lainnya. Sehingga, dirasa perlu Indonesia menyiapkan aturan dan lembaga untuk membantu korban teroris.

“Karena ini extraordinary crime, lintas negara, di Indonesia sendiri sudah terjadi beberapa kali serangan teroris yang hak-haknya sebagai korban belum terpenuhi. Maka tema ini kita fokuskan pada penanganan korban teroris agar supaya korban teroris lebih mendapatkan haknya,” terangnya.

Haris berharap kerja sama antarnegara ASEAN ini bisa menghasilkan standar perlindungan saksi dan korban setingkat ASEAN, sekaligus memperkuat institusi.

“Jadi bukan hanya penanganan korban, itu salah satu tujuan network ini. Tapi tujuan lain untuk penguatan institusi. Melalui jaringan kerja sama ini masing-masing negara memperkuat institusi untuk melindungi saksi dan korban. Jadi ada standar Asia mungkin, sehingga kalau ada orang Indonesia jadi korban di negara lain mereka dapat hak yang sama seperti kita lakukan,” urainya.

“Di korban bom Thamrin itu ada warga negara Jerman. Terlepas dia warga negara mana selama dia korban dia mendapat hak yang sama. Supaya SOP dalam penanganan SOP-nya sama. Ada beberapa aktivitas lain, penguatan institusi maupun sumber daya manusia. Mudah-mudahan kegiatan rutin ini berlangsung untuk tahun-tahun ke depan bukan hanya milik Indonesia, bisa digelar berkala dan giliran,” sambungnya.

Dia berharap ada sharing pengalaman dan kerja sama konkrit jaringan antarlembaga perlindungan saksi dan korban terkait penanganan korban terorisme.

“Nanti akan ada sharing pengalaman, be annual action plan dan besok kita rapatkan bersama ASEAN member, ” jelasnya.

Acara ini digelar pada 12-13 September 2018 di Denpasar, Bali. Kegiatan ini dihadiri perwakilan dari negara Thailand, Kamboja, dan Laos, juga observer dari Australia dan Papua Nugini. Hadir pula Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose, Dubes Negara ASEAN Chilman Arisman, dan Direktur Regional dan Multilateral BNPT Andhika Chrisnayudhanto.