LPSK Perpanjang Batas Waktu Pengajuan Kompensasi Korban Terorisme hingga 2028

Denpasar – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengumumkan perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi bagi korban aksi terorisme di Indonesia hingga 22 Juni 2028. Langkah ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menjadi angin segar bagi para korban yang belum sempat mengajukan haknya.

Ketua LPSK, Achmadi, dalam acara sosialisasi di Denpasar, Bali, Kamis (17/7/2025), menyampaikan bahwa hingga saat ini lebih dari 700 korban telah menerima kompensasi, baik untuk korban peristiwa masa lalu maupun masa kini.

“Perpanjangan waktu ini memberi ruang bagi korban terorisme, terutama dari peristiwa tahun 2002–2005, untuk mengajukan hak kompensasi yang selama ini belum terpenuhi,” ujarnya.

Achmadi menjelaskan, korban yang berhak atas kompensasi dibagi menjadi dua kategori: korban terorisme masa lalu (sebelum Undang-Undang Terorisme berlaku) dan korban masa kini (setelah UU disahkan).

Untuk korban masa kini, proses pengajuan kompensasi dilakukan melalui pengadilan dan diverifikasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sementara itu, korban masa lalu diproses langsung oleh LPSK sesuai ketentuan yang berlaku.

“Kompensasi diberikan dalam bentuk uang tunai, disesuaikan dengan tingkat kerugian fisik atau psikologis yang diderita korban,” tambah Achmadi.

Berikut rincian besaran kompensasi yang disampaikan LPSK: Korban meninggal dunia: Rp 250 juta, Korban luka berat: Rp 215 juta, Korban luka sedang dan ringan: disesuaikan dengan tingkat keparahan. Total dana yang telah disalurkan mencapai Rp 113 miliar untuk lebih dari 700 korban di berbagai wilayah Indonesia.

Di Bali sendiri, dari 128 korban yang tercatat akibat peristiwa Bom Bali I dan II, masih ada 71 orang yang belum menerima hak kompensasi mereka.

Selain warga Indonesia, LPSK juga memproses kompensasi bagi korban terorisme berkewarganegaraan asing. Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, menyebut sejumlah warga asing—termasuk dari Australia, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Inggris—turut menjadi korban dalam tragedi Bom Bali.

Namun, sebagian besar korban asing, khususnya dari Australia, telah memperoleh kompensasi dari pemerintah mereka masing-masing, sehingga tidak lagi memenuhi syarat untuk menerima kompensasi dari pemerintah Indonesia.

“Prinsipnya, besaran kompensasi yang diberikan sama. Hanya saja, untuk warga asing, nilainya akan dikonversi ke mata uang negara asal. Prosesnya dilakukan antar pemerintah dan biasanya membutuhkan waktu lebih panjang,” jelasnya.

Sosialisasi dan penyaluran dana kompensasi untuk korban asing dijadwalkan rampung dalam waktu satu tahun, mengikuti prosedur birokrasi antarnegara yang berlaku.