LPA Klaten & UNICEF Kunjungi Literasi Desa Tumbuh, Angkat Isu Perlindungan Anak dari Jaringan Terorisme

Yogyakarta – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten bekerja sama dengan UNICEF Indonesia mengadakan kunjungan ke Yayasan Literasi Desa Tumbuh di Moyudan, Sleman, pada 5–7 Agustus 2025.

Mengusung tema “Penguatan Sistem Perlindungan Anak untuk Reintegrasi dan Rehabilitasi Anak dalam Jaringan Terorisme”, kegiatan ini menjadi forum pembelajaran lintas sektor yang fokus pada upaya memahami dan merespons isu perlindungan anak terkait radikalisme serta terorisme.

Kegiatan dibuka dengan pemaparan Noor Huda Ismail, pendiri Yayasan Literasi Desa Tumbuh sekaligus akademisi dan praktisi pencegahan ekstremisme kekerasan. Ia mengulas sejarah, dinamika, dan pola pergerakan kelompok radikal di Indonesia. Menurutnya, memahami keterkaitan isu global dan lokal sangat penting agar langkah pencegahan ekstremisme bisa dijalankan secara tepat di level praktis.

Peserta juga diajak menonton film Road to Resilience karya Kreasi Prasasti Perdamaian, yang mengisahkan perjalanan nyata seorang pemuda Indonesia ke Suriah. Film tersebut membuka perspektif baru tentang latar belakang individu yang terlibat, memicu refleksi mendalam, dan menyingkap kompleksitas motivasi di balik keterlibatan generasi muda dalam jaringan terorisme.

Usai pemutaran, diskusi dilanjutkan bersama Febri—tokoh utama film—yang bercerita bahwa keberangkatannya ke Suriah bukan demi berjihad, melainkan karena kerinduan pada ibunya. Pengakuan ini memberi gambaran bahwa motif di balik keterlibatan tidak selalu seperti stereotip publik.

“Film ini mengubah cara pandang saya tentang siapa yang pergi ke Suriah. Saya dulu membayangkan mereka selalu berjenggot, berjidat hitam, dan bergamis. Tapi setelah melihat mas Febri, ternyata sangat berbeda,” ungkap Hidayatus Sholihah, pengurus LPA Klaten, Senin (11/8/2025).

Memasuki hari kedua, tim Literasi Desa Tumbuh bersama Kreasi Prasasti Perdamaian memaparkan pengalaman membangun narasi damai, baik di ruang digital maupun tatap muka, dengan menekankan kolaborasi pentahelix sebagai strategi pencegahan ekstremisme. Naning Julianingsih, Child Protection Specialist UNICEF, mengapresiasi pendekatan humanis yang digunakan, sehingga isu sensitif dapat disampaikan dengan cara yang mudah diterima masyarakat.

Pada malam hari, suasana semakin hidup dengan pementasan tari dan musik angklung oleh anak-anak komunitas Aksara Tari dan Gema Literasi. Para peserta tak hanya menonton, tapi juga ikut belajar memainkan angklung, merasakan langsung kekuatan budaya lokal sebagai sarana reintegrasi anak.

Melalui kegiatan ini, LPA Klaten dan UNICEF menegaskan komitmen untuk memperkuat kolaborasi berkelanjutan demi menciptakan sistem perlindungan anak yang inklusif, adaptif, dan berorientasi pada perdamaian.