Ternate – Terorisme tidak hanya bisa lahir karena pemahaman keagamaan yang salah. Faktor ekonomi juga bisa menjadi pemantik, salah satunya adalah living cost atau biaya hidup yang mahal.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, saat menjadi narasumber dalam Visit Media Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Maluku Utara ke RRI Ternate, Rabu (14/9/2016).
“Ternate mungkin tidak masuk peta kerawanan terorisme di Indonesia. Tapi living cost yang mahal di sini mungkin menjadi pemicu, karena hal itu bisa melahirkan ketidakadilan, kesenjangan sosial, yang pada akhirnya menjadikan orang-orang yang mengalaminya merasa disisihkan,” kata Yosep.
Untuk mempertegas pernyataannya, Yosep mencontohkan kasus percobaan peledakan bom di sebuah gereja di Medan, Sumatera Utara, beberapa saat lalu. Irfan, seorang pemuda yang menjadi pelakunya disebut belajar membuat bom dari internet tanpa mendapatkan pengawasan dari orang-orang terdekatnya.
“Anak-anak muda seperti Irfan yang merasa tidak mendapatkan perhatian, disisihkan, dikucilkan dalam pergaulan teman-teman sebayanya, akan terdorong belajar hal-hal negatif seperti belajar membuat bom dan mencoba melakukan aksi terorisme,” jelas Yosep.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Stanley, panggilan akrab Yosep Adi Prasetyo, meminta media massa menjalankan peran strategis yang dimilikinya dalam membantu pencegahan terorisme. “Radio seperti RRI bisa dinikmati (siarannya) oleh masyarakat secara bersama-sama dengan mudah, dan ini menjadi modal. Kami di Dewan Pers mendorong konten siaran radio dan media massa lainnya bermuatan positif agar bisa membantu terorisme tidak berkembang,” tegasnya.
Visit Media adalah rangkaian kegiatan dari Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme yang dilaksanakan BNPT dan FKPT di 32 provinsi di Indoensia sepanjang tahun 2016. Satu kegiatan lainnya adalah Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme