Yogyakarta — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendorong generasi muda dan keluarga untuk berperan aktif menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui tindakan nyata dan kreativitas dalam kehidupan sehari-hari.
Pesan tersebut disampaikan dalam kegiatan “Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila” yang digelar di Aula Pascasarjana Lantai 7 Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis (23/10/2025). Acara ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan literasi kebangsaan bertema “Literasi Pancasila dan Kebangkitan Republik”, yang bertujuan memperkuat jati diri bangsa dan membangun kolaborasi lintas sektor berbasis etika Pancasila.
Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP Toto Purbiyanto menekankan pentingnya mengajak mahasiswa dan generasi muda berbicara tentang Pancasila dengan cara yang sesuai zaman—melalui kreativitas digital dan ekspresi di media sosial.
“Saya senang melihat mahasiswa mau bicara Pancasila dengan gaya mereka sendiri. Sekarang zamannya gadget dan media sosial, jadi saya berharap mereka bisa menyuarakan gotong royong, toleransi, dan kebajikan lewat konten yang mereka buat,” ujar Toto.
Menurutnya, pemahaman terhadap Pancasila seharusnya tidak berhenti pada hafalan lima sila, melainkan diwujudkan dalam tindakan nyata.
“Menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, saling menghormati—itu juga Pancasila. Bukan hanya soal teori, tapi praktik hidup sehari-hari. Contoh konkret seperti itu yang akan membekas di masyarakat,” tambahnya.
Selain menyasar kalangan muda, BPIP juga menyoroti pentingnya peran keluarga, khususnya para ibu, sebagai pendidik karakter pertama bagi anak-anak.
“Kalau ibu-ibu menanamkan nilai kebaikan di rumah, seperti membiasakan anak untuk berterima kasih, meminta maaf, dan tidak menyalahkan orang lain, itu sudah bagian dari pembudayaan Pancasila,” jelas Toto.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menilai pendidikan Pancasila perlu diperbarui dari pendekatan kognitif menuju pendekatan literasi dan praksis kehidupan.
“Edukasi saja tidak cukup. Kita perlu bergeser dari sosialisasi ke literasi dan praksis. Pancasila itu bukan teori besar, tapi hadir dalam keseharian bangsa—dalam gotong royong,” tegas Willy.
Ia juga mengusulkan adanya Asrama Nusantara di Yogyakarta untuk menggantikan model asrama daerah yang dinilainya masih memperkuat sekat identitas primordial.
“Kalau di Jogja saja mahasiswa masih terpisah-pisah berdasarkan daerah asal, kapan kita benar-benar ber-Indonesia Raya? Sudah saatnya ada lompatan ke depan,” ujarnya.
Willy menambahkan, praktik sederhana seperti pengelolaan sampah juga merupakan wujud nyata penerapan nilai Pancasila.
“Sekarang kita darurat sampah karena tidak terbiasa memilah dari rumah. Ini soal konsistensi antara kata dan perbuatan—itulah laku Pancasila,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan BPIP untuk memperkuat literasi kebangsaan lintas generasi dan menumbuhkan kesadaran kolektif dalam menghidupkan nilai-nilai Pancasila secara nyata di tengah masyarakat.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!