Jakarta – Pengaruh dan imbas terorisme tidak hanya menyebar di kalangan orang dewasa, tapi juga sudah menyasar anak-anak. Ironisnya, bila paham radikal dan terorisme tertanam di anak sejak usia dini, maka pengaruh itu akan berdampak besar di pola pikirnya.
Fakta itulah yang membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sangat konsen dalam melindungi anak-anak dari pengaruh dan imbas terorisme. Untuk memperkuat perlindungan anak dari pengaruh terorisme itulah, BNPT dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepakat menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengawasan dan perlindungan anak di Jakarta, Senin (13/2/2017). MoU itu ditandatangani Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH dan Ketua KPAI Dr. Asrorun Ni’am.
“Kita sepakat bahwa anak-anak harus dilindungi dan diawasi dari pengaruh terorisme. Dan faktanya, akhir-akhir ini, kasus terorisme yang melibatkan anak-anak meningkat pesat. Karena itulah, BNPT dan KPAI bergandengan erat untuk melindungi anak Indonesia dari terorisme. BNPT akan menyediakan data-datanya dan kerjasama ini akan bergerak aktif mereduksi anak-anak yang ‘tercemar’ terorisme agar kembali menjadi anak yang normal dan mempunyai masa depan yang baik,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH.
Ia mencontohkan, dari beberapa anak yang termasuk dalam 75 WNI yang dideportasi dari Turki yang sekarang berada dibawah penanganan Kemensos di Rumah Perlindungan Sosial Anak Kemensos, Bambu Apus, Cipayung, ternyata banyak yang berprestasi.
Selain itu, BNPT juga banyak mendapat data ada beberapa anak Indonesia yang kini berada di Turki dan ditampung di panti asuhan. Mereka adalah anak-anak yang ditinggal orang tuanya pergi ke Suriah. Ironisnya, mereka tidak bisa dideportasi kalau tidak ada orang tua atau keluarga yang menjemputnya.
Dalam undang-undang anak Turki, bagi anak-anak yang berada di panti asuhan tidak bisa dipulangkan, sebelum berusia 18 tahun.
“Ini juga menjadi fokus kami. Karena itu, BNPT menggandeng KPAI, Kemensos, dan Kementrian Luar Negeri untuk menangani masalah ini. Anak-anak Indonesia ini harus diselamatkan sehingga perlu penguatan kerjasama di berbagai lembaga,” imbuh Suhardi Alius.
Selain itu, ujar Suhardi Alius, anak-anak dan orang tua yang terlibat kasus terorisme, khususnya yang dideportasi dari Timur Tengah, harus dirangkul. “Mereka jangan dimarjinalkan. Kalau dimarjinalkan, mereka pasti akan kembali menjadi teroris,” tukas mantan Kabareskrim Polri ini.
Ketua KPAI Asrorun Ni’am menjelaskan, urgensi dari MoU ini adalah semakin mudanya usia anak yang tercemar terorisme. Hal itu dari survei dan data lapangan yang dimiliki KPAI.
“Contohnya kasus Medan dimana pelakunya yang berusia 16 tahun tercemar melalui media sosial. Karena itu, KPAI dan BNPT merasa perlu meningkatkan kerjasama untuk mereduksi anak-anak dari pengaruh terorisme, utamanya yang bersumber pada guru dan media digital,” ungkap Asrorun Ni’am.
Setelah MoU ini, lanjut Asrorun Niam, pihaknya akan menindaklanjuti dengan lebih fokus melakukan pengawasan anak-anak yang dideportasi dari Timur Tengah. Pasalnya, hukum untuk anak-anak, berbeda dengan hukum orang dewasa. Intinya, perlindungan harus diutamakan dalam memberikan hukuman pada anak-anak dan pendekatannya dengan pemulihan.
“Kami mendukung ada penguatan BNPT dalam UU Terorisme yang tengah direvisi, khususnya menyangkut tindak pidana anak dalam kasus terorisme,” tutur Asrorun Niam.