Jakarta: Direktur Imparsial Al Araf menilai pelibatan TNI dalam RUU Terorisme tak boleh bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Al Araf pun menyebut, TNI harus tunduk pada sistem hukum sipil.
“Jika Pemerintah dan DPR tetap memaksakan ingin mengatur pelibatan militer dalam revisi UU Terorisme, pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU tentang TNI, pelibatan militer dilakukan melalui keputusan politik negara,” kata Al Araf melalui pesan singkat, Kamis, (1/2/2018) seperti dikutip Metrotvnews.com.
Di saat bersamaan, pemerintah dan DPR juga harus merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Revisi ini untuk memastikan militer bisa tunduk pada sistem hukum sipil atau peradilan umum.
“Itu artinya jika militer terlibat dalam suatu tindak pidana, harus diadili melalui sistem peradilan umum,” jelas dia.
Al Araf juga meminta Panitia Kerja (Panja) RUU Terorisme bisa menyeimbangkan kebebasan sipil dan pendekatan keamanan dalam UU tersebut. “Kami meminta agar panja RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat menjaga keseimbangan antara civil liberty dan keamanan,” kata Al Araf.
Sebelumnya Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berkirim surat kepada Ketua Pansus RUU Antiterorisme. Surat berisi tentang usulan TNI soal penggantian nama RUU Terorisme, definisi terorisme, hingga perumusan tugas TNI.
Surat berkop Panglima TNI itu bernomor B/91/I/2018 perihal ‘Saran Rumusan Peran TNI’. Surat tersebut dikirim ke Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii ditembuskan kepada Ketua DPR, Menko Polhukam, Menhan, dan Dirjen Peraturan Perundang-undangan.