Surabaya – Empati digital bukan sekadar ajakan bermedia sosial dengan santun, tetapi juga perwujudan nilai luhur agama dan Pancasila yang menolak radikalisme, intoleransi, serta terorisme. Pesan itu mengemuka dalam kegiatan “Menuju Terang: Memahami Terorisme Lewat Empati Digital” yang digelar BNPT RI dan FKPT Jawa Timur secara daring, Rabu (17/9/2025).
Kabid Pemuda FKPT Jatim, Arie Mahendra Adhiarta, S.Kom, menekankan bahwa teknologi harus digunakan untuk menyebarkan kebaikan.
“Generasi sekarang luar biasa, cukup dengan satu sentuhan bisa mengetahui isi dunia. Karena itu, kita harus menanamkan toleransi, menyebarkan pesan positif, melawan diskriminasi melalui ruang diskusi, dan menjadikan teknologi sebagai sarana edukasi,” ungkapnya.
Senada, Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT RI, Kolonel (Sus) Harianto, S.Pd., M.Pd., menjelaskan perbedaan antara simpati dan empati. Menurutnya, simpati hanya sebatas perasaan, sementara empati harus diwujudkan dalam aksi nyata, termasuk di dunia digital.
“Empati digital artinya mengisi ruang digital dengan santun dan beradab, menghadirkan kesejukan serta kedamaian. Ruang digital harus kita isi untuk mencegah intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar empati diarahkan kepada penyintas aksi terorisme, bukan hanya pelaku. “Korban juga manusia yang harus dilindungi, bagian dari diri kita. Terorisme itu nyata adanya, dan korban sering kali luput dari perhatian,” tambahnya.
Turut hadir, Prof. Dr. Hj. Husniyatus Salamah Zainiyati, M.Ag., yang menekankan peran anak muda dalam membanjiri ruang digital dengan narasi kedamaian.
“Jari-jari kita ini menentukan isi ruang digital. Karena itu, empati digital harus hadir dalam bentuk kognitif, afektif, dan teknologi,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya budaya lokal sebagai penguat identitas kebangsaan. “Kami bekerja sama dengan Bakesbangpol untuk melestarikan tari, musik, dan budaya lokal sebagai penguat perdamaian dan cinta tanah air.”
Dari kalangan muda, Ketua Umum Komisariat Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN), Derida Achmad Bilhaq, mengingatkan tantangan generasi Z di tengah derasnya arus informasi. Menurutnya, pola pikir instan membuat anak muda mudah dipengaruhi algoritma media sosial.
“Bahaya jika empati digital tumbuh tanpa daya kritis. Generasi muda harus mampu menghadirkan konten positif, kreatif, dan bernuansa kepemudaan untuk mencegah ruang digital dikuasai kelompok radikal,” tegasnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!