Lembaga Penyiaran Berperan Penting Gaungkan Moderasi Beragama di Indonesia

Jakarta – Pemahaman dan penguatan tentang moderasi beragama di
Indonesia harus digaungkan. Salah satunya melalui lembaga penyiaran.
Itu penting untuk membentuk karakter moderat beragama di kalangan
masyarakat tersebut sangat efektif melalui siaran di lembaga
penyiaran.

“KPI sudah memulainya di lembaga penyiaran itu sendiri dan salah
satunya melalui surat edaran KPI agar lembaga penyiaran tidak
bersiaran atau menghentikan siaran pada saat hari raya nyepi di
seluruh wilayah provinsi Bali dan sekitarnya,” ujar Ketua Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah.

Hal itu dikatakan Ketua KPI di acara Silaturahim dengan
Penanggungjawab Program Siaran Agama di Media yang diselenggarakan
Direktorat Penerangan Agama Islam Kementerian Agama (Kemenag) di
Jakarta, Jumat (15/3/2024).

Ia menambahkan bahwa KPI Pusat telah mengeluarkan surat edaran siaran
selama bulan Ramadan. Intinya, edaran tersebut meminta lembaga
penyiaran menyelaraskan siaran dengan nilai-nilai Ramadan.

“Kami menyampaikan tentang misalnya perlu mengedepankan pendakwah yang
kompeten dengan kandungan dakwah yang menyejukkan, bernilai
kebangsaan. Juga soal tata cara berpakaian hostnya hingga meminta
durasi tayangan keagamaan ditambah. Kami serahkan seperti apa
bentuknya semuanya ke lembaga penyiaran. Mau dalam bentuk acara
sinetron, talkshow ataupun ajang pencarian bakat. Tertib informasi
keagamaan itu penting. KPI sudah menekankan itu,” jelas Ubaidillah.

Menurutnya, bentuk moderasi beragama dalam siaran yang juga ditekankan
KPI yakni soal penghormatan terhadap keberagaman. Menurut Ubaid,
keberagaman bangsa ini harus diartikan bagian dari rahmat yang berikan
Allah SWT.

“Jangan jadikan keberagaman ini sebagai masalah, tapi jadikan rahmat,” katanya.

Upaya lain KPI dalam mendukung moderasi beragama lewat penyiaran yakni
dengan mendorong lembaga penyiaran memberi ruang siaran yang sama bagi
setiap agama. “Baru TVRI saja yang ada. Padahal, ini salah satu bentuk
toleransi. Ini harusnya diakomodir oleh lembaga penyiaran. Isinya
menyebarkan nilai-nilai kebangsaan dan pesan positif lainnya. Porsinya
sesuai kebutuhan tapi harus diakomodir semuanya,” pinta Ubaidillah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag,
Kamaruddin Amin, menyampaikan pentingnya memperbanyak informasi
keagamaan yang mencerahkan di bulan Ramadan.

“Bulan Ramadan ini momentum yang tepat untuk memasifkan informasi
keagamaan yang mencerahkan. Momentum ini harus dimanfaatkan agar pesan
keagamaan sampai pada masyarakat,” ujarnya.

Dia juga menyoroti kebiasaan unik masyarakat Indonesia yang
mendengarkan ceramah keagamaan khusus setelah salat Isya atau Tarawih.
Menurutnya, hal ini menunjukkan antusiasme yang tinggi dalam
mendengarkan pesan-pesan keagamaan selama bulan suci Ramadan.

Kamaruddin menyatakan pentingnya sinergi antara Kemenag dan media
dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang mencerdaskan umat.
“Pentingnya sinergi dan kolaborasi dengan media dalam menyambungkan
pesan keagamaan untuk mencerdaskan umat. Kami tidak bisa berbuat
banyak tanpa keterlibatan media,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi,
menekankan pentingnya kompetensi yang memadai bagi penceramah yang
tampil di media televisi dan radio. Menurutnya, penceramah yang tampil
harus memiliki ilmu, pengalaman, dan wawasan yang memadai serta
memberikan contoh keteladanan kepada masyarakat.

“Ke depan, kita harus bisa memastikan ceramah keagamaan yang dilakukan
itu sampai kepada pihak yang otoritatif. Punya ilmu, pengalaman, dan
wawasan,” terangnya.