Jakarta – Laporan PBB menyatakan terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa Afghanistan dengan cepat berubah menjadi pusat untuk aktivitas teroris, di mana al-Qaeda dan afiliasi kelompok teror ISIS di Afghanistan dilaporkan tumbuh secara substansial, dalam jumlah dan kemampuan, tanpa kehadiran pasukan AS atau Barat di negara tersebut.
Penilaian yang mengerikan itu, yang dibagikan dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirilis baru-baru ini dan dibuat berdasarkan intelijen negara-negara anggota, menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok teror “memiliki kebebasan yang lebih besar untuk bermanuver” di bawah pemerintahan Taliban dan “memanfaatkan keadaan itu dengan baik.”
Laporan oleh tim pemantau sanksi PBB itu memperingatkan bahwa al-Qaeda dan Taliban menjaga hubungan simbiosis, “dengan al-Qaeda memandang Afghanistan yang dikelola Taliban sebagai tempat yang aman.”
Sebaliknya, laporan itu mendapati Negara Islam Provinsi Khorasan, juga dikenal sebagai ISIS-Khorasan atau ISIS-K, telah menggunakan ketidakmampuan Taliban untuk membangun kendali atas daerah-daerah terpencil, serta ketidakpuasan terhadap aturan Taliban untuk keuntungannya.
“Serangan terhadap tokoh-tokoh penting Taliban meningkatkan moral [ISIS-Khorasan], mencegah pembelotan dan mendorong perekrutan, termasuk dari dalam jajaran Taliban,” kata laporan PBB itu, dikutip VOA, Kamis (15/6).
Dalam setiap kasus, menurut laporan PBB tersebut, kelompok-kelompok teror telah secara signifikan meningkatkan jejak mereka.
Al-Qaeda, yang diperkirakan memiliki puluhan anggota di Afghanistan setahun yang lalu, kini diyakini memiliki 30 hingga 60 pejabat senior yang berbasis di Afghanistan, serta 400 pejuang, 1.600 anggota keluarga, dan serangkaian kamp pelatihan baru.
Jumlah anggota ISIS, menurut data PBB, telah berkembang menjadi antara 4.000 hingga 6.000, dengan kubu atau kamp tersebar setidaknya di 13 provinsi dan jaringan sel tidur yang dapat mencapai Kabul dan lebih jauh lagi.
Walaupun laporan PBB tersebut cukup mengkhawatirkan, sejumlah pejabat AS mengatakan kepada VOA bahwa mereka tidak mendapati temuan yang mendukung laporan itu.
“Angka-angka tersebut tidak sejalan dengan analisis yang dilakukan komunitas intelijen kami di sejumlah area,” ujar salah seorang pejabat AS kepada VOA yang berbicara dengan syarat anonim.