Qamishli – Milisi Pasukan Perlindungan Rakyat (YPG) Kurdi Suriah adalah oposisi dari suku Kurdi yang tengah merongrong pemerintah Turki dan terlibat dalam kudeta 2016. Pun begitu, terhadap orang yang terlibat langsung dengan kelompok radikal Islamic State (IS), YPG Kurdi Suriah justru bisa bersikap lebih lembut.
YPG Kurdi Suriah adalah milisi yang selama ini diberi bantuan persenjataan lengkap oleh Amerika Serikat untuk membantu pertempuran di Suriah. Dalam sejumlah pertempuran di Suriah, tak jarang YPG Kurdi Suriah mendapatkan tawanan perang dari pihak ISIS.
Terhadap para tawanan perang ISIS, YPG Kursi Suriah diketahui memberlakukan pola pengadilan yang dinamai “Pertahanan Rakyat”. Pola ini memakai pendekatan yang lunak. Hanya ada tiga hakim yang terdiri dari dua pria dan seorang wanita – duduk di belakang meja besar. Sementara terdakwa, tawanan kelompok ISIS di Suriah, menghadap mereka di kursi yang cuma berjarak satu yard atau 90 cm tanpa didampingi pengacara pembela.
“Demi Allah, saya menyesali perbuatan saya,” kata terdakwa yang bergabung dengan ISIS kepada majelis hakim dalam persidangan sebagaimana dilansir foxnews, Senin (7/5).
“Saya ingin majelis hakim membantu saya. Saya sudah menikah dan ibu saya juga di rumah. Saya benar-benar ingin kembali ke mereka,” lanjutnya lagi.
“Kami melihat kamu sudah melakukan sikap dengan baik,” jawab hakim.
“Adalah menguntungkan kamu bahwa kamu masih di bawah umur ketika mendaftar ISIS. Dan kini kamu menyerahkan diri. Perilaku yang baik di penjara akan lebih bermanfaat.”
“Untuk itu kami putuskan hukuman dua tahun sembilan bulan di penjara berkurang menjadi hanya sembilan bulan. Pertimbangannya kamu masih di bawah umur dan sudah menyerah,” tegas majelis hakim memberikan vonis.
Sistem pengadilan “Pertahanan Rakyat” ini diterapkan di Qamishli, wilayah di sebelah utara Suriah yang sebagian besar dikuasai pasukan YPG Kurdi Suriah. Sejak 2015, pengadilan terorisme di Qamishli tercatat sudah menghukum sekitar 1.500 terdakwa. Dari jumlah tersebut, yang terberat menerima hukuman sebanyak 146 orang dengan vonis penjara seumur hidup. Sementara 133 orang lagi menerima vonis bebas.
Bertolak belakang dengan pengadilan Irak, di mana ratusan tawanan ISIS divonis hukuman mati dengan proses persidangan cepat. Yang teringan dijatuhkan adalah vonis penjara 15 tahun atau seumur hidup.
Direktur Program Kontraterorisme Human Rights Watch, Nadim Houry, kepada AFP mengatakan, para pejabat pemerintahan YPG Kurdi Suriah sebenarnya berusaha keras untuk memenuhi standar internasional dalam sistem peradilan. Namun, lanjutnya, dengan segala keterbatasan.
“Tapi saya pikir ini di sisi positif,” kata Houry, yang baru-baru ini mengunjungi Suriah utara.
“Di sisi lain, memang ada masalah nyata. Anda sebenarnya tidak dapat memiliki pengadilan tanpa pengacara pembela. Secara struktural proses peradilan, jelas ini jadi masalah terbesar.”
“Terlihat primitif, mungkin. Tapi pengadilan semacam ini sangat berperan dalam penulisan sejarah informasi tentang bagaimana kelompok dengan paham radikal bekerja.”
“Pengadilan di Irak dan Suriah tidak bisa melakukan itu karena mereka tidak punya kemampuan atau karena mereka hanya mengandalkan lensa anti-terorisme,” jelas Houry.
Dituturkan, dalam pengamatannya YPG Kurdi Suriah menghapus hukuman mati dan menawarkan pengurangan hukuman kepada anggota ISIS yang menyerahkan diri. Sedangkan vonis terberat yakni penjara seumur hidup, dalam implementasinya diterapkan untuk hukuman penjara 20 tahun.
“Pengadilan YPG Kurdi Suriah untuk tawanan ISIS lebih condong ke upaya rekonsiliasi dan mediasi dengan suku-suku di Arab. Mereka lebih mengutamakan untuk membina hubungan kesukuan yang baik dan meyakinkan orang yang bergabung dengan ISIS untuk menyerahkan diri,” urai Houry.
“Sangat kontras dengan Irak, di mana vonis yang dijatuhkan untuk terdakwa ISIS lebih bersifat balas dendam ketimbang rekonsiliasi dan mediasi,” tutupnya.