Kunjungi UGM, Peracis Ingin Belajar Soal Toleransi Beragama di Indonesia

Yogyakarta – Konselor Urusan Agama Kementerian Eropa dan Luar Negeri,
Republik Perancis, Jean-Christophe Peaucelle melakukan kunjungan ke
Universitas Gadjah Mada. Kunjungan yang berlangsung di ruang sidang
pimpinan Gedung Pusat, Jum’at (25/10/2024). Ia diterima langsung oleh
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening
Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA.

Wening Udasmoro menyatakan dalam kunjungan Jean-Christophe Peaucelle
ke UGM dibicarakan soal dibukanya peluang kerja sama yang baik untuk
membahas kehidupan beragama antar kedua negara dalam sebuah konferensi
internasional.

Menurutnya negara Perancis ingin belajar soal toleransi beragama di
Indonesia. “Dalam conference tersebut diharapkan pemaparan gambaran
kehidupan beragama di Prancis dan dan di Indonesia. Dari kegiatan ini
diharapkan muncul sharing  bersama bagaimana membangun perdamaian,”
kata Wening.

Menurut Wening, Jean sepakat bahwa agama itu sangat penting untuk
kehidupan masyarakat, sehingga perlu dibahas lebih lanjut soal
kehidupan toleransi antarumat beragama dengan lingkungannya.

“Masyarakat diajak berfikir dengan agama tapi dengan cara yang
positif,” paparnya.

Jean-Christophe Peaucelle dalam audiensi ini menerangkan Prancis saat
ini menghadapi masalah agama terbesar terkait dengan kelompok radikal.
Ia ingin belajar banyak dari pengalaman Indonesia dalam menangani
tindak kekerasan dan intoleransi yang mengatasnamakan agama.

“Kita ingin menimba pengalaman, karena Prancis saat ini tengah
menghadapi hal itu, dan salah satunya bisa dari CRCS (prodi S2 Agama
dan Lintas Budaya) UGM sebagai bagian yang sering memerangi isu-isu
tersebut,” terangnya.

Menurutnya, Perancis merupakan negara yang menganut paham sekuler
sehingga bisa melakukan pemisahan agama dengan politik meskipun bukan
berarti tidak ada hubungan. Disebutnya agama dapat menjadi faktor
perang dan juru damai karenanya ini membutuhkan tindakan diplomatik
yang bersifat praktis.

“Beberapa negara dan Prancis sendiri yang memiliki nilai yang sama
tetapi dalam bertindak masing-masing negara berbeda,” katanya.