Jakarta – Kunjungan bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi momen penting dalam memperkuat perdamaian dan kerukunan antar umat beragama di Tanah Air. Peristiwa ini dinilai sebagai langkah konkret untuk membangun persaudaraan antar umat manusia, sekaligus menjadi kontranarasi terhadap radikalisme dan terorisme.
Dr. M. Najih Arromadloni, M.Ag., atau yang akrab disapa Gus Najih, Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, menyambut positif kunjungan pemimpin tertinggi Katolik tersebut.
“Kunjungan Paus ini ke Indonesia adalah kunjungan yang sangat bersejarah dan sangat bermakna untuk memperkuat perdamaian, memperkuat kerukunan antar umat beragama, apalagi terutama di antara kedua agama yaitu Katolik dan juga Islam sebagai agama yang mayoritas di Indonesia,” ujar Gus Najih di Jakarta, Rabu (11/9/2024)
Lebih lanjut, Gus Najih menekankan bahwa momentum ini harus dimaknai sebagai upaya rekonsiliasi, terutama mengingat konflik-konflik berbau agama yang pernah terjadi di Indonesia.
“Kunjungan ini harus kita maknai sebagai upaya untuk memperkuat kerukunan, memperkuat perdamaian dan juga upaya untuk memperkuat rekonsiliasi,” tegasnya.
Dalam pandangan Gus Najih, kepemimpinan agama di Indonesia harus sejalan dengan semangat keberagaman. “Semua pimpinan umat beragama yang ada di Indonesia baik itu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu semuanya harus satu kesepahaman bahwa kita semua di Indonesia adalah orang Indonesia yang kebetulan beragama dan kita harus satu pemahaman bahwa agama itu harus menjadi sumber dari solusi, bukan sumber permasalahan,” jelasnya.
Menanggapi persahabatan yang ditunjukkan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal dan Paus Fransiskus, Gus Najih menegaskan bahwa hal tersebut sama sekali tidak melanggar ajaran Islam.
“Apa yang dilakukan oleh Imam besar Istiqlal dan Paus sesungguhnya adalah suatu hal yang sangat bermakna, sangat simbolik dan sama sekali tidak melanggar ajaran Islam. Karena Islam itu sebetulnya berasal dari rumpun kata salam yang artinya adalah perdamaian,” paparnya.
Gus Najih juga menekankan pentingnya dialog dan komunikasi dalam mencegah konflik antarumat beragama. “Upaya-upaya memperkuat dialog, memperkuat komunikasi, diplomasi ini harus terus dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir atau mencegah adanya kesalahpahaman dan juga untuk memperkuat adanya pemahaman antara berbagai pihak,” ujarnya.
Mengacu pada sejarah Islam, Gus Najih mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengedepankan dialog dan perdamaian. “Kita ingat bagaimana Nabi Muhammad sebagai pemimpin tertinggi dalam agama Islam itu adalah sosok yang sangat menekankan pentingnya dialog. Islam ini besar dalam sejarahnya karena akhlak yang luhur. Tidak pernah ada sejarah Islam besar karena peperangan,” tegasnya.
Gus Najih berharap agar keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemuka agama, termasuk Paus Fransiskus, dapat dicontoh hingga ke tingkat akar rumput. Hal ini akan membantu sosialisasi kerukunan antarumat beragama di masyarakat hingga ke tatanan terbawah. Dengan demikian, kerukunan dan perdamaian tidak hanya terjadi secara konseptual, namun juga secara aktual.
“Apa yang dilakukan oleh para pemuka agama Islam di Indonesia, para tokoh-tokoh ulama NU, ulama ulama yang lain, termasuk juga apa yang dicontohkan oleh pimpinan tertinggi umat Katolik yaitu Paus melalui kunjungannya, kemudian melalui upaya-upaya perdamaian yang digagas begitu juga di tataran internasional, ini adalah upaya-upaya yang saya kira harus diturunkan sampai ke tataran yang paling bawah,” harapnya.
Menurut Gus Najih, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia telah memberikan inspirasi bagi seluruh umat beragama untuk terus memupuk kasih sayang dan persaudaraan. Momen bersejarah ini diharapkan dapat menjadi titik balik dalam memperkuat kerukunan dan kedamaian, sekaligus menjadi bantahan nyata terhadap narasi-narasi ekstremisme yang mencoba memecah belah persatuan bangsa.
“Upaya menciptakan perdamaian harus dilakukan secara komprehensif dan tanpa pandang bulu. Indonesia juga harus tetap ingat akan pentingnya memperjuangkan keadilan global, termasuk dalam isu Palestina, sebagai bagian dari komitmen kemanusiaan yang mendasar,” pungkasnya.