Jakarta – Pengamat Timur Tengah dan terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, menilai video viral ditemukan KTP Warga Negara Indonesia (WNI) di markas ISIS di Yaman menunjukan dugaan bahwa diaspora WNI simpatisan ISIS masih ada dan bahkan menyebar bukan hanya di Suriah, Irak dan Turki namun juga melintas hingga Yaman.
“Mereka tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Yaman itu wilayah baru ISIS setelah Suriah dan Irak jatuh,” kata Syauqillah dikutip dari laman BBC.
Syauqillah menganalisis terdapat tiga indikasi jika benar WNI tersebut bergabung dengan ISIS dan melakukan pemberontakan di Yaman. Pertama, WNI tersebut merupakan pendukung ISIS yang kabur dari Irak dan Suriah setelah wilayah itu berhasil dikalahkan. Kedua, WNI tersebut telah lama tinggal di Yaman yang menjadi “zona berbahaya dan radikal” atau merupakan mahasiswa pendatang yang kemudian bergabung dengan ISIS. Terakhir, WNI itu pergi langsung dari Indonesia menuju Yaman untuk mendukung ISIS.
“Di Yaman itu, ada WNI, khususnya mahasiswa, yang berpikiran moderat. Ada juga yang bergabung dengan kelompok Salafi Jihadis yang menjadi cikal bakal bergabung ke ISIS,” ujarnya.
Syauqillah menyebut pemerintah harus bertindak cepat dengan cara mendata seluruh WNI yang ada di Yaman lalu mencari tahu latar belakang mereka.
“Bagaimana diaspora WNI di sana? Seperti apa? Lalu kemudian bagaimana ideologinya dan relasinya di sana seperti apa serta dengan kelompok mana saja? Dan apa yang mereka lakukan selama ini misalkan di Indonesia. Setelah itu pemerintah melakukan pembinaan kepada para diaspora oleh BNPT, Densus 88, Kemlu dan pejabat terkait lainnya,” katanya.
Syauqillah menyebut Yaman adalah surga bagi ISIS untuk melakukan pemberontakan dan menyebarkan propaganda.
“Karena di Yaman ada Kelompok Houthi, aliran Syiah. Isu Syiah adalah alat propaganda ISIS untuk mengundang warga Sunni dari banyak negara untuk masuk ke Suriah, dan itu juga yang dilakukan ke Yaman,” kata Syauqillah.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara juga menyebut video tersebut menunjukan bahwa WNI masih aktif dalam jaringan teroris transnasional. Robi menambahkan sebenarnya pemerintah Indonesia telah memiliki perangkat UU dan lembaga khusus untuk menanganan teroris dalam negeri, foreign terrorist fighter, dan pasca-teroris.
“Hanya saja belum ada political will yang serius karena penanganan masih dilakukan masing-masing institusi sehingga memperlambat. Jangankan untuk WNI yang terlibat teroris, negara kita melindungi warga negaranya yang bekerja dan menghasilkan devisa saja masih kewalahan,” kata Robi.
“Lebih lagi, ketika kebijakan Indonesia tidak menerima WNI yang tergabung dengan ISIS untuk dipulangkan. Mereka akhirnya, sebagaimana banyak diprediksi mencari cara lain bergabung dengan kelompok teroris, seperti ke Yaman,” ujar Robi.
Selain itu, kata Robi, Yaman adalah wilayah konflik yang menjadi tempat subur lahir dan berkembangnya kelompok teroris.
“Narasi jihad yang dikembangkan oleh kelompok teroris sangat menarik orang di wilayah konflik yang sedang putus asa. Yaman dalam narasi kelompok mereka yang diyakini dari dalil-dalil agama sebagai wilayah penolong,” kata Robi.