Jakarta – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, kejahatan infiltrasi radikalisme dan terorisme telah menyasar anak dengan menggunakan berbagai modus. Infiltrasi melalui pengasuhan dan siber merupakan modus terkini yang sering digunakan jaringan radikal terorisme.
Dilansir dari Netralnews.com, modus operandinya anak rentan diikutkan daIam perencanaan aksi, pemetaan dan pemilihan lokasi dan aksi teror. Anak juga rentan dijadikan peer radicalism dan fasilitator/agent informasi untuk kepentingan aksi terorisme.
“Pola infiltrasi terorisme pada anak beragam, ada ideologi patronase, pola pengasuhan dan peer radicalization. Selain terjadi pula self radicalism dan cyber radicalization,” kata Susanto dalam acara “Ekspose Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2018”, di Jakarta, Senin (23/7/2018).
Menindaklanjuti hal ini, pemerintah perlu meningkatkan pencegahan infiltrasi radikalisme dan terorisme untuk memastikan anak tidak terpapar. Upaya yang bisa dilakukan yakni, pemerintah dan pemerintah daerah perlu mengembangkan modeI-model pencegahan radikalisme berbasis masyarakat yang efektif dengan memperhatikan konteks lokalnya masing-masing.
“Pemerintah dan pemerintah daerah juga perlu memberikan penanganan anak korban dan pelaku secara komprehensif agar anak tumbuh-kembang optimal. Anak-anak merupakan generasi bangsa yang akan menjadi penerus keberlangsungan Bangsa Indonesia,” ujar Susanto.