Cirebon – Upaya pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi para korban tindak pidana terorisme melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih terus dilakukan. Tidak terkecuali terhadap para korban bom Masjid Az Dzikra Polres Cirebon Kota, Polda Jawa Barat, pada 2011 lalu juga turut mendapatkan kompensasi dari negara yang disalurkan melalui LPSK.
“Untuk korban bom Masjid Az Dzikra terdapat 29 orang dan satu lagi korban dari ledakan bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya, semua diberikan kompensasi dari negara,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat pemberian kompensasi tersebut kepada para korban yang berlangsung di Mapolres Cirebon Kota, Jumat (29/1/2021).
Hasto mengatakan dari 30 korban ledakan bom asal Cirebon ini, negara melalui LPSK memberikan kompensasi senilai Rp3,8 miliar. Di mana masing-masing korban mendapat kompensasi dengan besaran nominal berbeda, untuk korban meninggal dunia mendapatkan Rp250 juta.
“Sedangkan luka berat Rp210 juta, luka sedang Rp115 juta dan ringan Rp75 juta,” katanya.
Dalam pemberian kompensasi tersebut turut hadir juga Deputi I bidang Pencegahan, Perlidnungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis dan Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol. Drs Herwan Chaidir.
Deputi I BNPT dalam sambutannya di acara tersebut menjelaskan bahwa BNPT dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, diberikan mandat khusus sebagai koordinator dalam bidang pemulihan korban tindak pidana terorisme.
“Dimana BNPT dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menggordinasikan pemulihan korban, tentunya tidak bekerja sendiri. Namun bekerjasama atau melibatkan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan stakeholder terkait yang salah satunya dalam hal ini bersama LPSK,” ujar Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis..
Lebih lanjut Deputi I BNPT juga menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang tersebut tersebut BNPT menjadi lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan surat penetapan status korban terorisme yang akan dijadikan dasar oleh LPSK untuk dasar pelayanan bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, restitusi dan pengajuan kompensasi oleh korban terorisme masa lalu.
‘Kerjasama antara bnpt dengan lpsk pun semakin diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tersebut sebagai bentuk representasi negara untuk hadir dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara khususnya kepada korban tindak pidana terorisme,’ ujar mantan Komandan Satuan Induk Badan Intelijen Strategis (Dansat Induk BAIS) TNI ini .
Maka dari itu menurut alumni Akmil tahun 1986 ini, BNPT dan LPSK menjadi mitra strategis dalam pemulihan korban terorisme yang terjadi di NKRI berdasarkan mandat dari undang-undang yang berlaku tersebut .
“Dan kegiatan penyerahan kompensasi kepada korban terorisme ini merupakan langkah nyata menghadirkan negara dalam mengimplementasikan hak-hak korban terorisme yang telah tertuang dalam hukum yang berlaku,” ujar mantan Dansat Intel BAIS TNI ini.
Untuk itu Deputi I pun mengucapkan selamat kepada para korban yang telah mendapatkan penetapan hukum dari pengadilan bahwa negara wajib memberikan kompensasi kepada para korban yang hadir dalam pemberian kompensasi tersebut
“Dan kami juga patut berbangga dan mendukung setiap langkah yang dilakukan LPSK sebagai perpanjangan tangan dari negara dalam usahanya untuk memberikan ganti rugi kepada korban terorisme. Karena ini merupakan kemajuan besar dalam usaha negara membantu para korban terorisme, tentunya dengan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak terkait,” kata mantan Komandan Korem 173/Praja Vira Braja ini.
Dalam kesempatan tersebut perwira tinggi yang karir militernya banyak dihabiskan di lingkungan Pasukan ‘Baret Merah’ Kopassus TNi-AD ini pun juga mengajak kepada semua pihak untuk bersama-sama saling mendukung, saling memberi semangat dalam menghadapi berbagai potensi ancaman terorisme.