Yogyakarta — Upaya Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dalam membentengi masyarakat dari paparan radikalisme bukan pekerjaan ringan. Di banyak kasus, FKPT harus bergerak melawan laju doktrin kelompok radikal yang semakin agresif dan terstruktur.
Hal inilah yang mengemuka dalam pertemuan koordinasi antara FKPT Kalimantan Tengah dengan FKPT DIY dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin, 8 Desember 2025 di Yogyakarta. FKPT Kalteng datang untuk mempelajari pola kerja dan strategi yang telah dijalankan Pemprov DIY bersama FKPT dalam mengendalikan potensi radikalisme di daerahnya.
Ketua FKPT DIY, Dewo Isnubroto Imam Santoso, mengakui bahwa akselerasi kelompok radikal jauh lebih cepat dibandingkan upaya pencegahan. Dukungan pendanaan yang kuat membuat mereka mampu menjangkau sasaran secara agresif. Sementara FKPT, ujar Dewo, kerap bekerja dengan keterbatasan yang signifikan.
“Tidak heran kalau tiba-tiba ada warga sekitar yang sudah terpapar. Pergerakan mereka sangat cepat, sementara kita terbentur keterbatasan sumber daya,” kata Dewo.
Namun DIY memiliki keunggulan: kesadaran pemerintah daerah dan DPRD untuk memperkuat langkah pencegahan radikalisme. Meski FKPT tidak memiliki anggaran khusus, banyak kegiatan dapat berjalan karena ruang dukungan yang diberikan oleh Pemprov dan DPRD.
Dewo menjelaskan, DIY termasuk daerah dengan kerawanan tinggi terhadap masuknya paham radikal. Karena itu, Pemprov DIY melalui Kesbangpol menyiapkan berbagai program penanaman ideologi Pancasila dan penguatan NKRI. Program-program tersebut menjadi wadah FKPT dalam melakukan internalisasi nilai kebangsaan.
Kolaborasi ini diperkuat oleh Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan. Perda tersebut menjadi landasan politik anggaran yang memungkinkan FKPT dan Kesbangpol melaksanakan puluhan kegiatan strategis setiap tahun. Tercatat, setahun terdapat 78 kegiatan penanaman nilai Pancasila dan 60 kegiatan sosialisasi Kebinekaan. Program-program ini menyasar masyarakat kelurahan, kecamatan, sekolah, hingga perguruan tinggi.
Menurut Dewo, kunci keberhasilan pencegahan radikalisme di DIY adalah keterlibatan semua unsur: pemerintah daerah, DPRD, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, Satgaswil Densus 88, dan lembaga mitra lainnya. Tanpa kerja kolektif, generasi muda akan mudah direkrut oleh jaringan radikal yang kini masuk ke berbagai aspek kehidupan.
“Kalau kita tidak bergerak cepat dan bersama, generasi muda kita yang terpapar akan makin banyak. Pada akhirnya, mereka berpotensi menjadi pelaku teror yang brutal,” tegas Dewo.
Kepada FKPT Kalteng, Dewo menyarankan pentingnya membuka data potensi radikalisme kepada pemerintah daerah dan DPRD. Keterbukaan ini dapat menghasilkan dukungan politik anggaran yang kuat, meski dalam bentuk kegiatan. Dengan begitu, peran FKPT sebagai lembaga ad-hoc dalam pencegahan terorisme bisa berjalan lebih efektif.
Ketua FKPT Kalteng, Prof. Dr. Khairil Anwar, M.Ag., menyampaikan apresiasi atas berbagai masukan tersebut. Ia mengatakan, pengalaman DIY menjadi bekal penting untuk membangun harmoni program antara FKPT Kalteng dengan pemerintah daerah dan DPRD.
“Kami berharap praktik baik FKPT DIY bisa kami adopsi di Kalteng, tentu dengan dukungan kebijakan dan anggaran pemerintah daerah,” ujar Khairil.
Menurutnya, mencegah radikalisme bukan sekadar program teknis, tetapi usaha menyelamatkan generasi bangsa. Karena itu, kolaborasi antarlembaga harus menjadi fondasi utama agar masyarakat terlindungi dari ideologi yang mengancam keutuhan NKRI.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!