Jakarta – Komando Pasukan Khusus (Koopssus TNI) harus bersinergi dengan Densus 88 untuk melakukan penindakan aksi terorisme. Keberadaan Koopsus TNI ini akan membuat membuat penindakan terorisme akan semakin fokus dan tuntas.
Pernyataan itu diucapkan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati merespons aksi teror yang menyebabkan satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah terbunuh. Aksi ini yang diduga dilakukan kelompok jaringan teroris Mujahidin Indonesia Timur (TIM).
“Interoperabilitas Koopssus TNI dan Detasemen Khusus 88 Polri merupakan dambaan mayoritas masyarakat Indonesia,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning ini dikutip dari laman SINDOnews, Minggu (29/11/2020).
Nuning menganggap, radikalisme dan ekstremisme di Indonesia memang harus dilawan oleh semua komponen bangsa. Saat ini terorisme adalah musuh bersama (public enemy) yang memang menjadi target bersama TNI-Polri.
Iamenuturkan, secara akademis, militer di seluruh dunia juga bertugas menghadapi terorisme. Implikasi pemberantasan atau penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi berbeda perspektif hukumnya, karena terorisme bisa menjadi kejahatan terhadap negara atau kejahatan terhadap publik.
Di sisi lain, penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik, sehingga cenderung ditangani Polri semata.
“Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI,” ujar Nuning.
“Berikutnya terkait dengan jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris masih tergolong konvensional, maka masuk kewenangan Polri. Tetapi jika senjata dan bom yang digunakan oleh teroris tergolong senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Deatruction), seperti senjata nuklir, senjata biologi, senjata kimia dan senjata radiasi, maka yang menangani adalah TNI,” katanya.
Nuning melanjutkan, selain subyek ancaman teror dan jenis senjata, maka rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi kepada kewenangan penegakan hukum. Jika kejahatan teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, maka Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi.
“Tetapi jika rezimnya adalah hak berdaulat, maka TNI yang melakukan aksi penanggulangan,” kata Nuning.