Konteks Pidato Kapolri dalam Rangka Perangi Radikalisme

Jakarta – Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menggelar klarifikasi soal pidatonya yang tengah viral di media sosial. Hal tersebut dilakukan saat melakukan dengan Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj dan belasan ormas islam lainnya di Jakarta Rabu (31/1/2018) kemarin,

Seperti diketahui bahwa pidato Kapolri tersebut menimbulkan kontroversi dari berbagai kalangan termasuk ormas islam, bahkan dinilai mendiskreditkan ormas islam lainnya. Dalam video itu, kapolri menyatakan bahwa ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang layak didukung karena berjasa kepada Indonesia serta pro-Pancasila dan memerintahkan jajarannya untuk bersinergi dengan Ormas NU dan Muhammadiyah saja karena kedua ormas itulah yang menjadi pendiri negara Indonesia.

Dengan tegas kapolri membantah telah mendiskreditkan ormas islam lain terkait pidatonya tersebut. Menurutnya pernyataan itu hanya merupakan penggalan yang telah dipotong saat dirinya berpidato di sebuah pondok pesantren asuhan KH Ma’ruf Amin di Serang, Banten 8 Februari 2017 lalu.

“Acara sudah setahun yang lalu. Justru yang jadi pertanyaan sebetulnya bagi saya kok bisa muncul sekarang dan dipotong begitu. Dan saya selaku Kapolri dan termasuk institusi Polri untuk apa tidak membangun hubungan organisasi Islam dari luar NU dan Muhammadiyah,” kata Jenderal Tito Karnavian seperti dikutip Liputan6.com.

Sementara Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Ma’ruf Amin menyatakan pernyataan Kapolri dalam pidatonya yang ramai tersebar di media sosial merupakan pernyataan yang kontekstual untuk memerangi radikalisme dan intolerasi.

“Konteksnya itu dalam rangka menghadapi radikalisme, isu-isu khalifah, dan juga keran nasional yang pada waktu itu agak kencang pada tahun lalu itu agak keras sekali pada wal 2017. Saat itu, Kapolri merasa yang benar-benar keras dan tegas melawan kelompok-kelompok radikal adalah NU dan Muhammadiyah, ” terang KH Ma’ruf Amin.

KH Ma’ruf Amin juga membenarkan pidato kapolri tersebut disampaikan Jendral Pol. Tito Karnavian di pesantren miliknya di Banten dalam rangka pertemuan ulama dan kerja sama dengan MUI 8 Februari 2017. Namun, lebih lanjut KH Ma’ruf mengatakan, ia tidak bermaksud menafikan ormas-ormas lain.

“Saya sudah temui Kapolri dan tanya, waktu itu memang di pesantren saya bilangnya. Itu isunya adalah peran ulama dalam mengawal keutuhan dan persatuan bangsa. Yang dimaksud ada kelompok yang ingin meruntuhkan negara itu adalah kelompok-kelompok ormas yang radikal,” ujar KH Ma’ruf.

Pernyataan tersebut, bukan dalam konteks NU dan Muhammadiyah saja yang berperan, tetapi dalam konteks pihak Polri menghadapi tekanan dari kelompok-kelompok radikal, intoleran. “Saya kira kalau itu konteksnya memang tidak masalah ya. Karena itu tidak ada maksud untuk menampikkan peran ormas-ormas yang lain. Jadi sangat situasional dan kontekstual,” ujar dia.