Komisioner KPAI: Islam Indonesia Ya Islam Nusantara

Bandung – Komisioner KPAI Dra. Maria Ulfah Anshor, MSI menegaskan bahwa islam Indonesia ya islam Nusantara. Penegasan itu disampaikan Maria saat menjadi pembicara pada Sarasehan Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan Launching Daiyah Anti Radikalisme Bersama Fatayat NU di Bandung, Jumat (21/4/2017).

“Islam Indonesia ya islam Nusantara, bukan islam timur tengah. Nilai-nilai keislaman inilah yang menurut saya sebagai nilai-nilai moderat yang harus terus digaungkan oleh para daiyah anti radikalisme,” ujar Maria Ulfah.

Ia melanjutkan, dalam pengamatannya, kelompok yang ini merusak islam dan NKRI yaitu penganut radikalisme dan terorisme itu sebenarny kecil. Tapi mereka nekad melakukan aksi-aksinya. Karena itu, sudah menjadi tanggungjawab seluruh bangsa Indonesia, agar terus berusaha menjaga dan merawat Indonesia.

“Kita tidak mungkin melawan mereka dengan cara mereka. Mari kita lawan mereka dengan terus memberikan pemahaman nilai-nilai keislaman yang moderat serta islam yang rahmatan lil alamin bagi seluruh bangsa Indonesia dan juga umat manusia di muka bumi,” imbuhnya.

Sebagai orang Indonesia, materi dakwah pertama yang diberikan adalah kebangsaan supaya jangan ada lagi yang mengatakan Pancasila itu bukan Islam, UUD ’45 bukan Islam, NKRI tidak perlu. Ini penting karena faktanya sudah banyak orang Indonesia yang lupa dengan wawasan kebangsaan.

“Pancasila itu sangat islami. Meski dalam teks Pancasila tidak disebutkan islam, tapi lima azas dalam sila Pancasila itu adalah substansi islam. Dan Bhinneka Tunggal Ika itu adalah fakta bahwa Allah menciptakan kita beragam dan itu tidak bisa kita ingkari. Inilah Indonesia, NKRI harga mati. Inilah Indonesia dengan segala keanekaragaman dan budaya,” terang Maria Ulfah.

Selain itu, lanjut Maria, kita harus mengakui bhawa Indonesia terdiri dari berbagai agama. Dan bangsa Indonesia tidak menafikan bahwa Indonesia dengan agama tunggal karena jauh sebelum merdeka, agama-agama sudah hadir di Indonesia.

Bicara radikalisme di kalangan perempuan, menurut Maria Ulfah, perempuan punya dimensi kekerasan dalam berbagai sudut. Salah satunya ketidakadilan gender juga upaya yang mengkonstruksi perempuan seolah-oleh tidak berdaya dan hanya boleh tinggal di rumah.

“Sebenarnya perempuan yang terlibat terorisme itu hanyalah korban. Itu terjadi karena ketidakadilan gender sehingga mereka berontak tapi caranya memang salah,” tukas Maria Ulfah